Perjalanan Sang Atma atau Roh Setelah Hari Kematian

Perjalanan setelah kematian, dimana pada saatnya nanti sang atman atau roh disebutkan akan berpulang kembali dan bersatu kepada penciptaNya yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Dalam konteks hubungan : 
  • Prosesi upacara kematian yang dilaksanakan,
  • Perjalanan menuju akhirat atau sorga,
  • Penuh dengan rintangan yang akan menemukan pemandian pancaka tirta di antara taman surgawi.
  • Reinkarnasi kembali,
  • Dan pemujaan pada roh suci leluhur seperti halnya dengan sanggah kemulan, kawitan dll.
Pada dasarnya, dalam setiap keyakinan dan kepercayaan mempercayai bahwa roh atau atman bersifat abadi yang pada nantinya akan kembali kepada penciptaNya. Namun sesuatu itu juga disebutkan perlu disucikan untuk dapat meningkatkan kehidupan selanjutnya.
Diawali dari proses kematian
Dimana sang atman / roh akan meninggalkan badan sarira kosha yang sifatnya sementara dan tidak abadi di dunia ini.
Dalam Lontar Siwa Tattwa di Bali dan Yama Tattwa disebutkan bahwa mungkin saja ada kesamaannya kalau disimak pada saat mepinunas (atau nunas bawos) dan upacara mediksa khuusnya dalam hal proses seda raga
Setelah melewati perjalanan yang sangat panjang seperti gurun pasir yang disebut tegal penangsaran, ada diceritakan akan menemui sebuah aula luas yang disebut bale pengangen angen yang keadaannya cukup mirip dengan alam manusia sebagai tempat transit atau tempat tinggal sementara yang sejatinya merupakan bagian dari alam yama loka untuk mengadili sang roh sesuai dengan karma wasana yang telah dilakukan semasa hidupnya. 
Apakah roh itu, setelah nantinya diadili akan dapat melanjutkan perjalanan ke sorga atau ke neraka ?
Jika ke sorga, mereka para roh tersebut akan bertemu dengan tempat yang dinamakan Banjaran Kembang, dipenuhi harumnya bunga warna warni untuk menuju alam sorga atau swah loka dengan kebahagiaan dan kedamaian abadi.
Namun jika tidak, mereka akan mencium bau yang sangat busuk untuk melewati titi gonggang untuk menuju alam neraka atau bhur loka yang dihuni oleh para ashura atau mahluk-mahluk bawah (bhuta kala) yang tidak baik dan para atma yang diselaputi oleh karma wasana yang terlalu banyak bersifat asubha karma semasa hidupnya.
Dan adanya sang atma yang masih diliputi oleh keinginan dan kemauan yang berhubungan dengan keduniawian untuk melakukan punarbawa atau reinkarnasi kembali disebutkan sesungguhnya lahir di dunia ini sebagai manusia merupakan kelahiran yang sangat mulia dan indah.
Karena ia dapat menolong dirinya agar nantinya dapat mencapai moksa, kebahagiaan abadi sebagai tujuan hidup di dunia ini dan akhirat kelak.
Berkaitan dengan upacara kematian sebagai penghormatan dan kewajiban suci yang dilaksanakan untuk mereka yang telah meninggal dunia dengan melaksanakan upcara pitra yadnya dimaksudkan sehingga nantinya beliau para leluhur yang telah mendahului kita masih tetap dapat terhubung;
Dimana dalam prosesinya disebutkan yaitu :
  • Dalam Lontar Gayatri dinyatakan saat orang meninggal rohnya disebut Preta. Setelah melalui prosesi upacara ngaben roh tersebut disebut Pitra. Setelah melalui upacara Atma Wedana dengan Nyekah atau Mamukur roh suci itu untuk menstanakan Dewa Pitara di Kamulan juga dinyatakan dengan sangat jelas dalam Lontar Pitutur Lebur Gangsa dan Lontar Sang Hyang Lebur Gangsa dinyatakaan, "muwang ngunggahang dewa pitara ring ibu dengen ring kamulan".
  • Yang bermaksud untuk mengabadikan / melinggihkan roh leluhur yang telah suci pada Sanggah Kamulan untuk selalu dipuja mohon doa restu dan perlindungannya dimanapun mereka mengabdikan dharma bhaktinya atau ngayah pada tempatnya di akhirat.
  • Karena kita sejatinya disebutkan masih dapat tetap terhubung melalui prosesi upacara yadnya yang dilaksanakan, dimana dalam pemujaan kepada mereka yang telah mendahului kita disebutkan bahwa :
    • Jika ternyata setelah diaben jiwa2 tersebut memiliki kualitas untuk mencapai moksa (bersatu dengan Hyang Widhi) beliau langsung menyatu di Rong 3 (3 lubang utama di atas). 
    • Jika ternyata setelah diaben jiwa2 tersebut belum mencapai kualifikasi untuk moksha, maka beliau mengambil posisi satu lantai di bawah Rong 3 (disetiap Rong 3 selalu ada tempat kosong di bawah Rong 3), sambil menunggu kesempatan untuk reinkarnasi.
Jadi segala baik dan buruk suatu perbuatan akan membawa akibat, yang dimana dalam lontar Swargarohanaparwa dijelaskan bahwa,
  • Tidak saja di dalam hidup sekarang ini, tetapi juga setelah di akhirat kelak, yakni setelah Atma dengan suksma sarira (alam pikiran) terpisah dari badan (tubuh) dan akan membawa akibat pula dalam penjelmaan yang akan datang, yaitu setelah atman dengan suksma sarira memasuki badan atau wadah yang baru. 
  • Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) akan menghukum atman (roh) yang berbuat dosa dan merahmati atman (roh) seseorang yang berbuat kebajikan. Hukuman dan rahmat yang dijatuhkan Hyang Widhi ini bersendikan pada keadilan.
Pengaruh hukum ini pulalah yang menentukan corak serta nilai daripada watak manusia. Hal ini menimbulkan adanya bermacam-macam ragam watak manusia di dunia ini. 
Terlebih-lebih hukuman kepada Atman (roh) yang selalu melakukan dosa semasa penjelmaannya, maka derajatnya akan semakin bertambah merosot.
Nah demikianlah disebutkan perjalanan sang atman dalam Hindu Dharma untuk dapat menyatu kembali ke asalNya.
Indah dan tidaknya sebuah perjalanan juga disebutkan sesuai dengan karmawasana atau hasil dari perbuatan yang telah dilakukan semasa hidupnya agar keak mendapatkan tempat yang terbaik disisiNya. 
Sehingga pentingnya pelaksanaan prosesi kematian tersebut seperti halnya upacara Mapegat yang mengandung makna untuk kesucian para atma atau roh tersebut dalam sebuah perjalanan ke akhirat namun diharapkan tetap selalu dapat terhubung antara sang atma dengan sentananya atau keturunannya.
***