Dewa

Dewa`- Dewi (Dewata, Bhatara, "DIV, Bersinar"; Widhi Tatwa) adalah sinar sakti dari Brahman (keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa) yang mempunyai sifat dan fungsi masing-masing seperti halnya senang melimpahkan anugerah pada umatNya.
Kita sujud dan bhakti kepadaNya, merenung dan memohon agar hidup kita ini direstuiNya dengan kesentosaan.
Dan dalam setiap pelaksanaan upacara yadnya, Dewa dan Dewi ikut menyaksikan persembahan umat, dan memberi anugerah sesuai karmanya.
Banyaknya Dewa atau Dewi dan banyaknya simbol dalam Hindu, memang membuat orang lain bingung akan cara pemujaan dalam masyarakat Hindu. 
Namun sebagai simbol religius dalam pemusatan pikiran saat sembahyang, bagi mereka yang mengerti akan ajaran Hindu mengenai pemujaan dan simbol yang ada, ini merupakan wujud atau manifestasi dari Tuhan dalam berbagai bentuk atau wujudnya, sebut saja dalam Dewa Brahma, ini adalah manifestasi dalam wujud Tuhan sebagai Brahma, atau dalam wujud lainnya.
Sama halnya dengan simbol, misal saat persembahyangan, melihat adanya patung atau pura yang terbuat dari semen (batu), 
itu hanyalah simbol yang berfungsi sebagai pemusatan pikiran pada saat kita (umat) Hindu melaksakan persembahyangan.
Dalam beberapa kisah Hindu, para Dewa Dewi ini juga disebutkan berstana di alam swarga loka yaitu kahyangan para dewa dan biasanya diberi nama, simbol-simbol, dewi sebagai sakti dalam pancaran kekutanNya dan juga dilengkapi ayudha dewata sebagai ciri khas untuk menjelaskan apa fungsi dan apa tugas dari "Sinar Suci" Tuhan itu yang di Bali disebutkan para Dewata yang dipuja seperti berikut ini :
Itulah disebutkan awal mulanya para dewata - dewati yang dipuja sebagai manifestasi dari Sang Hyang Widhi, namun kini jaman telah berganti dan memasuki zaman Weda Samhita sebagaimana disebutkan : 
istilah Dewa punya anak / putra dan istri / sakti disebutkan berasal dari cerita-cerita purana dan filsafat yang juga muncul setelah jaman Weda Samhita.
Di Hindu disebutkan ada ribuan nama dewa, karena semua isi alam semesta ini pada hakekatnya dikuasai oleh Dewa yang disebutkan dalam salah satu kutipan tentang Dewa dari komentar salah satu forum diskusi jaringan hindu nusantara disebutkan, 

Para dewa tersebut ibarat sinar matahari yang tak pernah pilih kasih dalam membagikan kekuatan sinarnya dan masing-masing memiliki pasangan yang disebut sakti (sering disebut ardhanareswari)

Misalnya;
Jadi tidak bisa dicampur aduk, kalau kita ke Pura Dalem jangan memuja Dewa Brahma, demikian pula sebaliknya. Kalau kita sembahyang ke Pantai saat Melasti atau menghanyutkan segala kekotoran pujalah Dewa Baruna, jangan memuja Dewi Saraswati dlsb. 
Kalau kita belajar Weda atau saat melakukan pewintenan pujalah Dewi Saraswati, bukan Dewi Durga. Di Pura Prajapati tentu memuja Dewi Durga bukan memuja Dewa Wisnu atau Siwa dsbnya.
Jadi umat Hindu harus tahu sebelumnya, ke Pura mana melakukan Persembahyangan sehingga tahu Bethara atau Dewa mana yang akan di puja dan apa mantramnya. Kalau Memuja Brahman (Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa) tempatnya di Padmasana (Pura yang ada Padmasana-nya seperti Pura Jagatnatha dsb). 
Memuja Tuhan bisa dimana saja dan kapan saja karena Tuhan ada dimana saja dan ada disetiap saat tak perduli apakah hari itu rahinan atau tidak, purnama atau tilem, senin atau kamis. Kita bisa memuja Tuhan dimana saja, di kamar tidur, ruang tamu, di kantor dsb.
Kita bisa melakukan Trisandya dimanapun kita mau sepanjang tempat itu memberikan kita suatu keheningan untuk mendapatkan konsentrasi pikiran. Memuja Tuhan cukup dengan Gayatri Mantram, bahkan didalam hati sekalipun dengan maha siwa mantram " Om Nama Siva Ya ".

Sebagai tambahan,
  • Dalam Babad Badung diceritakan Arya Bebed sebelum memerintah di Bandhanapura, Beliau juga meminta bantuan para dewa guna mendapatkan kewibawaan. 
  • Namun Istilah Dewa punya anak dan istri / sakti itu juga disebutkan dalam salah satu komentar kelahiran dewa dalam manusia di forum diskusi jaringan Hindu Nusantara yang dijelaskan bahwa
    • istilah ini berasal dari cerita-cerita dan filsafat yang muncul setelah jaman Weda Samhita. 
    • Pengaruh yang paling banyak mungkin dari cerita-cerita Purana. Jadi bisa dikatakan tidak ada kaitan yang jelas dengan Weda Sruti atau Wahyu Para-Rishi jaman Rig Weda
    • Yang jaman sekarang, dalam Agama Hindu, disebutkan Dewa Brahma tidak ada dalam pemahaman yang sama pada jaman Rig Weda. Brahma dalam Weda Tertua diartikan dengan Mantra dan berkaitan dengan Brahmanaspati, Dewa Mantra. 
    • Brahmanaspati juga berkaitan dengan Ganapati yang pada jaman modern menjadi Ganesha. Jadi Trimurti sebagai sebuah konsep yang tidak ada pada jaman Weda Samhita, apalagi sampai punya anak dan istri... 
    • Kaitan Wisnu dalam cerita Ramayana, lagi, berasal dari pemahaman dan cerita-cerita yang berbeda yang tidak begitu terkait dengan pemahaman esoteris Rig Weda.
Dan agar para dewata ini berkenan hadir untuk memberikan waranugraha pada saat melaksanakan pujawali / piodalan di pura hendaknya disebutkan dilengkapi dengan daksina linggih sebagai sarana untuk upacara Nedunang Bhatara dalam rangka menyaksikan dan menerima yajna dari umatnya.
***