Dewata Nawa Sanga adalah para Dewa Nawa Sanga yang mengisi delapan penjuru mata angin dengan Siwa sebagai penguasa berada ditengah-tengahnya yang sebagaimana disebutkan sebagai salah satu perwujudan simbol pemimpin dalam Loka Pala agar alam semesta ini menjadi stabil.
Dimana setiap arahnya merupakan perpaduan dari Panca Dewata beserta panca aksara sucinya sebagai karunia Tuhan tersendiri dalam menyelamatkan jiwa dari belenggu pikiran dan samsara sebagai salah satu bagian dari Panca Srada dalam keyakinan umat Hindu Dharma.
Kesembilan dari Dewata Nawa sanga tersebut sebagai penguasa yang menjaga penjuru mata angin yang pada awalnya disebutkan dalam Dewata Nawa Sanga, HinduCintaDamai1 sebagai berikut :
- Dewa Wisnu, dipuja di Pura Batur
- Dewa Sambhu, dipuja di Pura Besakih
- Dewa Iswara, dipuja di Pura Lempuyang
- Dewa Maheswara, dipuja di Pura Goa Lawah
- Dewa Brahma, dipuja di Pura Andakasa
- Dewa Rudra, dipuja di Pura Luhur Uluwatu
- Dewa Mahadewa, dipuja di Pura Batukaru
- Dewa Sangkara, dipuja di Pura Puncak Mangu, dan
- Siwa, senjata padma dipuja di Pura Besakih
Sejarahnya juga disebutkan dalam komentar forum diskusi jaringan hindu nusantara, Nawa Dewata atau Dewata Nawa Sanga, yang dalam sejarah perkembangannya berawal dari ajaran kanda phat,
- catur sanak dengan Aksara Suci "Sa, Ba,Ta, A, I" ditutup di tengah dengan Ang-Ah Bapa akasa dan Ibu pertiwi ini dikemas oleh Rsi Markandeya,
- kemudian datang Mpu Kuturan (Budha mahayana, menutup di tengah dengan "Om" (Brahma-wisnu dan ciwa (tri murti),
- kemudian pada abad ke-16 datang Danghyang Nirartha menambah bilang bucu (setiap sudut) menjadi asta dala yang menutupnya di tengah dengan Sang Hyang Tri Purusa;
- Ciwa, sebagai jiwa - jiwa agung
- sadha Ciwa, untuk mencapai kebahagiaan yang tidak ada awal dan tidak ada akhirnya.
- dan Parama Ciwa pada tingkatan yang suci nirmala.
ini adalah dominasi ciwa terhadap sekta tri murti, yang mulanya sekta waisnawa yang sangat kuat zaman kerajaan Bali Aga dalam konteks sejarah.
Sebagaimana juga telah disebutkan dalam lontar Sundarigama,
- Pagerwesi yang jatuh pada Budha Kliwon wuku Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru, manifestasi Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa sebagai guru sejati yang diiringi oleh Para Dewata Nawa Sanga lainnya.
- Gayah: punggalan bawi, winangun urip, mejatah katikan dalam caru merupakan senjata dari Dewata Nawa Sanga ini pula.
***