Dewa "Sang Hyang Bhatara" Siwa Rudra (Ludra), aksara suci "MA" adalah dewa yang dipuja sebagai kekuatan untuk memancarkan energi spiritual Tri Murti, dorongan spiritual untuk menciptakan, memelihara dan
meniadakan sesuatu yang patut ditiadakan.
Dalam
menghadapi berbagai kesukaran itulah umat manusia sangat membutuhkan kekuatan
moral, spiritual dan daya tahan mental yang tangguh untuk mendapatkan keluhuran
moral dan ketahanan mental itulah salah satu caranya dengan jalan memuja
Tuhan dengan tiga manifestasinya yang menyatu dalam Dewa Siwa Rudra, demikian disebutkan dalam kutipan Parisadha Hindu Dharma, Pura Luhur Uluwatu Stana Dewa Rudra.
Dengan pemusatan spiritual api energi tersebutlah dalam kundalini yoga sebagaimana dijelaskan menggunakan cakra, nadi dan granthi, yaitu : Brahma , Wisnu, dan Rudra Granthi untuk mentransformasikan energi-energi ke bentuknya yang suci dan sakral.Dalam Dewata Nawa Sanga, dalam sumber kutipan Hinducintadamai1, disebutkan bahwa simbol dari Dewa Rudra sebagai berikut :
- Arah : Barat Daya/Nairiti
- Pura : Uluwatu
- Aksara : Mang
- Senjata : Moksala
- Warna : Jingga
- Urip wewaran (Ludra) : 3
- Sapta Wara : Anggara
- Sakti : Dewi Samadhi
- Wahana : Kerbau Putih
Selain sebagai salah satu dari Dewata Nawa Sanga, juga disebutkan dalam lontar Sanghyang Maha Jnana,
- "Pikiran yang teguh berlindung pada Bhatara Siwa,
- Siwalingga yang tidak ada bandingannya dengan dewanya Susuptapada ialah Bhatara Rudra".
Kisah
kelahiran Rudra ini dalam cerita rakyat pulau dewata, juga bisa dijumpai dalam kitab-kitab Weda Samhita
dan kitab Wişņu-Purāna.
Tersebutlah ketika itu Dewa Brahmā sedang marah kepada
anak-anaknya yang diciptakannya pertama kali, yang tidak menghargai arti
penciptaan dunia bagi semua makhluk. Akibat kemarahannya itu tiba-tiba
dari kening Brahma muncul seorang anak yang bersinar seperti matahari.
Anak yang baru “lahir” itu diberi nama Rudra. Dari tubuhnya yang
setengah laki-laki dan setengah perempuan itu “lahir” anak berjumlah
sebelas orang. Badan Rudra yang berjumlah sebelas itu, menurut kitab
Wişņu-Purāna merupakan asal mula Ekadasa Rudra.
Riwayat kelahiran Rudra menurut Mārkandeya Purāna disebabkan oleh keinginan Brahmā untuk mempunyai anak yang menyerupai dirinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Brahmā pergi bertapa. Tengah melaksanakan tapa, tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki berkulit merah kebiru-biruan menangis di pangkuannya.
Ketika ditanya mengapa, anak itu menjawab bahwa ia menangis
karena minta nama. Brahmā memberinya nama Rudra. Namun, ia tetap
menangis dan meminta nama lagi. Itu dilakukannya hingga tujuh kali,
sehingga Brahmā memberi tujuh nama, masing-masing Bhawa, Sarwa, Isāna,
Pasupati, Bhîma, Ugra, dan Mahādewa, di samping Rudra.
Dalam Catur Eswarya Dala sebagaimana dijelaskan pula,
- Ida Bhatara Hyang Rudra juga berstana di Pura Pasimpangan Besakih dan tersebutlah dalam lontar Dewa Tattwa setiap 100 tahun sekali terdapat Karya agung terbesar di Bali, Eka Dasa Rudra untuk keseimbangan dan keharmonisan bhuwana agung dan bhuwana alit sebagai aplikasi dari filosofi Tri Hita Karana.
***