Dina Anggara, urip saptawara = 3, diayomi oleh Sanghyang Angkara. Anggara
sesungguhnya adalah Rudra yang ada di Bhuwana Agung. Dan setelah masuk
ke dalam diri manusia berubah menjadi Ludra, yakni panasnya darah yang
dikendalikan oleh Angkara.
Angkara sendiri sebagai penyebab amarah (naik
darah). Akibat “tertuduh” karena ke-angkara murka-annya yang melingkupi
kehidupannya di masa lalu, maka ia saat ini terlahir pada dina anggara.
Watak kelahiran dina Anggara, pintar bicaranya. Dewanya Rudra, artinya berwatak keras kepala. Wayang-nya cupak, artinya berpenampilan berani, namun kurang hati-hati/agak ceroboh.
Besar kemarahannya, bebotoh, dan kalau tidak bebotoh pengeluarannya tidak dihitung-hitung, sama dengan boros. Kayu-nya pule, artinya suka menolong sahabatnya. Manuk-nya, burung gagak, mempunyai firasat/filling yang baik.
Mayania luwang,
artinya suka mencari kesempatan/peluang. Lintang-nya celeng, tidak cocok
mempunyai usaha beternak babi/hewan berkaki empat, oleh karena dia
punya hutang karma berupa kaul babi guling yang belum dibayar pada
kehidupan masa lalunya di kamulan.
Bhutanya Banaspatiraja, artinya pada
saat dia sedang kalap ia berani mengambil jalan pintas karena tidak
peduli. Makanya bhuta Banaspatiraja yang menyakiti, sebab di masa
lalunya tidak senang membersihkan diri (melukat) yang menyebabkan sakit
pada masa kelahiran sekarang.
Penyakitnya sering dialami dalam
perjalanan, seperti sakit ngreges, sebuku-buku, batuk-batuk, sakit di
bagian perut dan dada.
Obatnya, daun miana cemeng, daun pule yang muda, sulasih merik, sumanggi gunung, bungan blingbing buluh, montong isen nyuh metunu, temu tis, sari lungid. Semuanya dilumatkan, diisi air, disaring, untuk diminum.
Lainnya, sakit mata, rumpuh, gatal-gatal, sakit
pinggang kenyat. Obatnya, boreh yang terbuat dari babakan ancak,
pulesai, sindrong, airnya asaban cendana. Boreh pada kaki terbuat dari
daun simbukan, hatinya isen, kasuna, dan jangu, airnya asaban cendana, demikian disebutkan dalam sapta wara pada wariga.
***