Nedunang Bhatara adalah upacara permohonan kehadapan Ida Bhatara (Deva sebagai manifestasi Hyang Widhi) agar beliau berkenan hadir di pura yang sedang melaksanakan pujawali/ piodalan :
- untuk memberikan waranugraha,
- menerima dan menyaksikan pelaksanaan upacara yajna yang berupa persembahan oleh umatnya.
Adanya istilah Ida Bhatara Tedun (turun) ke pura karena keyakinan umat Hindu bahwa alam Devata yang suci itu berada di atas alamnya manusia yakni di alam Svah Loka (sorga).
Melalui upacara Nedunang dan Ngelinggihan ini menjadikan umat Hindu semakin mantap dapat merasakan kehadiran Hyang Widhi dalam rangka menyaksikan dan menerima yajna dari umatnya dalam makna simbolik unsur daksina disebutkan dengan sarana yadnya yang dipergunakan sebagai berikut ini :
Daksina Linggih | yang dilengkapi dengan peperai /wajah/ muka yang diletakkan di depan padmasana atau pada bangunan suci di pura yang sedang melangsungkan upacara piodalan.
***
Biasanya Upacara Nedunang ini tidak sembarangan dilakukan, tentunya ada beberapa persyaratan yang dilaksanakan yaitu adanya upacara, adanya orang suci yang menghadirkan beliau, adanya sarana upacara sebagai persembahan.
Tanpa syarat itu Upacara Nedunang tidak dapat dilaksanakan.
Pada waktu Upacara Nedunang sangat terasa suasana yang sangat sakral, dimana upacara ini diawali dengan persiapan upacara di seluruh Pelinggih, kemudian dilaksanakan Upacara Pemendakan dengan diturunkanya jempana dan arca-arca.
Pada waktu ini suasana semakin khusuk dengan suara baleganjur, suara genta, kul-kul, lelontekan, tedung, kidung dan pengempon pura seluruhnya menyiapkan perlengkapan upacaranya.
Dalam keadaan yang khusuk ini secara spontan biasanya akan terlihat Tapakan Kerauhan berteriak secara histeris dan meminta senjata yang telah dipasupati, tentunya Tapakan Kerauhan yang hadir lebih dari satu orang.
Ketika Tapakan Kerauhan telah Trance sambil menikam-nikam dadanya dan beberapa lagi merangkak, merayap dan diam seperti seekor macan, ular dan kuda, maka upacara dilanjutkan dengan melaksanakan proses purwa daksina mengelilingi areal Pura, prosesi ini diiringi dengan gong baleganjur dan beberapa atribut seperti tedung, lelontekan, jempana dan pengiring dari pura bersangkutan.
Setelah Upacara Purwa Daksina, para pemangku menyiapkan Upacara Pemendakan, yang mana sarana upacara ini antara lain kelapa, api takep, dupa, dll serta beberapa sesayut yang dirangkai begitu rupa semua sarana tersebut dialasi dengan tikar.
Sedangkan jempana dan arca-arca berdiri di depan sarana ritual tersebut, kemudian para Tapakan Kerauhan mengambil sarana dan berperilaku diluar pikiran manusia yaitu memakan api, dupa, ayam yang masih hidup dan beberapa lagi berebut kelapa yang masih utuh, tanpa rasa sakit ataupun panas. Fenomena ini terjadi selama beberapa menit dan merupakan ciri bahwa Upacara Nedunang Ida Bhattara telah berhasil dengan hadirnya kekuatan yang memasuki Tapakan Kerauhan.
***