Agama

Agama adalah keyakinan yang bersifat pribadi kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Sejatinya agama diturunkan Tuhan adalah untuk manusia. Sehingga penerapannya lebih kepada usaha memanusiakan manusia agar menjadi manusiawi. 
Prinsip dasarnya adalah bagaimana melalui ajaran agama kehidupan manusia selalu dalam keadaan sejahtera dan bahagia, diliputi suasana aman, nyaman, rukun, dan damai. 

Sehingga, kalau ada pertanyaan, agama apa yang baik, sebenarnya bukan pada agamanya tapi pada manusia beragamanya. 
Kalau agama, apapun namanya sudah pasti baik dan benar, karena merupakan ajaran Tuhan. 
Hanya saja, 
ketika ajaran agama diperilakukan umat-Nya, seringkali tampil tidak manusiawi alias melanggar atau bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama itu sendiri.

Paling mendasar, keberadaan agama yang berbeda-beda bagaikan pelangi warna-warni, justru acapkali dilumuri warna gelap hingga menutupi kecemerlangan pikiran, membutakan hati dan membekukan nurani umat, menjadi seakan-akan tidak beragama. 
Padahal agama adalah ajaran Tuhan, apapun label namanya bertujuan sejalan, mengangkat derajat dan martabat manusia menjadi lebih terhormat, selama hayat mengemban amanat sebagai umat, memperoleh pahala nikmat di akhirat seperti halnya disebutkan dalam memahami ajaran Sanatana Dharma.

Namun terkadang disebutkan dalam kehidupan beragama tidak semata-mata hanya berkaitan dengan Tuhan dan Dewa-Dewa, tetapi juga dengan alam dan sesama. 
Menjaga ketiga hubungan inilah disebutkan sebagai kewajiban umat beragama untuk dapat menjaga hubungan harmonis antara manusia, Tuhan, dan alam untuk nantinya dapat memberikan kesejahteraan.
Sejatinya pada zaman dahulu dikatakan bahwa agama itu hadir dalam rangka memuliakan manusia.
Agama memberikan kita jalan untuk dapat berhubungan dengan Hyang Suci (Tuhan Yang Maha Esa), untuk berhubungan dengan diri kita sendiri (spiritualitas) dan untuk berhubungan dengan lingkungan, mahluk hidup dan alam sekitar kita (etika atau moral) sebagai salah satu dari tujuan beragama yang menjadi warisan leluhur Nusantara ini.
Namun "Tantangan terbesar saat ini juga dikatakan bahwa banyak orang yang sering mengatasnamakan agama" sehingga diperlukan moderasi beragama untuk dapat menyerukan cara pengamalan agama yang lebih baik.
Oleh karenanya :
Hendaknya dijaman kali yuga ini, kita disebutkan sebagai umat sedharma dalam pandangan "Mengapa kita beragama ?" juga perlu diketahui;
Dimana secara umum dikatakan bahwa kita memeluk agama pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor seperti halnya :
    • Mungkin karena kita kebetulan lahir dari orang tua yang telah mewariskan kita sebuah agama.
    • Atau karena kita kawin dengan seorang suami atau istri, "melalui perkawinan beda agama misalnya."
    • Atau karena pilihan yang kita telah lakukan secara sadar.
Dalam pengertiannya, sejatinya agama secara etimologi pada mulanya berasal dari bahasa saksekerta yakni dari kata :
  • “a” dan “gam”
  • yang masing-masing artinya 
    • “tidak’ dan “pergi”
Sesuatu yang tidak pergi, dan tetap tidak berubah dan abadi.
Sebab, “tidak pergi” juga dapat dimaknai sebagai sebuah kata yaitu :
"Dapat mengurungkan tindakan untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma hidup."
Dalam perkembangan selanjutnya kata "Agama" ini juga telah disamakan artinya dengan “religion” sehingga disebutkan bahwa :
Jalankan Agamamu sesuai dengan kepercayaan sebab itu adalah karmamu;
Karena keberadaan agama pada dasarnya merupakan sebuah kepercayaan dan diyakini oleh umatnya sebagai sebuah penuntun untuk dapat mengetahui hakekat dan tujuan hidup yang sebenarnya, baik itu :
    • Kehidupan di dunia, alam mayapada ini;
    • Dan juga di akhirat kelak; 
      • yaitu alam setelah kematian, dimana nantinya setiap orang juga disebutkan akan mengalaminya.
Dalam berbagai kehidupan masyarakat Bali yang multikultural biasanya disebutkan bahwa pada dasarnya semua agama itu sama yaitu :
  • Mengajarkan kebenaran untuk dapat mencapai alam surga dan pembebasan dari kesengsaraan; namun cara masing-masing dalam mencari kebenaran berbeda-beda.
  • Dengan perbedaan ajaran dan pemahaman yang perlu dihormati.
    • Karena perbedaan yang ada bukanlah untuk diperdebatkan;
    • Namun sebuah agama diyakini atas kebenarannya.
    • Yaitu dengan doa yang dipanjatkan bersifat pribadi untuk dapat berhubungan dengan sang pencipta.
  • Dan semuanya juga disebut dengan agama damai yang menjadi harapan kita semua yaitu "Damai di hati, damai di dunia dan damai untuk selama-lamanya." sebagaimana yang terkandung dalam "Om Shanti Shanti Shanti".
Namun hendaknya juga disebutkan bahwa memahami agama dimulai dengan adanya keyakinan
Dengan adanya keyakinan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi maka kita dapat membuktikan kebenaran sebuah agama. 
Keyakinan ini diperoleh dengan cara mempelajari ajaran agama kita masing-masing, menyelami isinya dan diamalkan dalam bertindak, berbicara, ataupun berpikir.
Sebagai perbandingan dalam sebuah keyakinan dunia modern dengan keyakinan akan adanya eksistensi Tuhan Yang Maha Esa juga dikatakan bahwa :
  • Agama adalah canopy suci untuk menghadapi kekacauan (chaos) (the sacred canopy of chaos)
  • Agama ibarat langit suci yang teduh dan melindungi kehidupan ini. 
Maka dari itu hendaknya masyarakat harus kembali kepada basic value atau basic principle yang merupakan nilai-nilai dasar dalam kehidupan ini.
Dimana melaksanakan kewajiban agama sebagaimana tujuan yang terkandung dalam Catur Dharma juga disebutkan :
Harusnya dilaksanakan dengan penuh keikhlasan serta ada rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan sosial bagi umat manusia sehingga nantinya dapat mencapai kedamaian lahir bathin dalam diri sendiri serta kedamaian, kesentosaan dalam keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Seperti halnya kehidupan beragama di Bali yang tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat yang multikultural dan kebudayaan setempat sebagai kearifan lokal yang bersinergi dan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam sebuah ritus keagamaan.

Kata “agama” dalam kamus Indonesia-Inggris disamakan artinya dengan “religion”.

Dan ciri utama orang beragama disebutkan dalam lontar Sang Hyang Aji Swamandala yaitu berbakti kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widi).
Dalam konteks itu, umat diharapkan mampu menguatkan daya spiritual untuk menajamkan kecerdasan intelektual. 
Hal itu dijadikan dasar untuk menguatkan kepekaan emosional dan melahirkan kepedulian sosial.
Dalam Hindu, agama disebut dengan “Dharma” atau “Sanatana Dharma yang artinya :
  • Kebenaran, 
  • Kebijaksanaan yang utama (Abadi), 
  • Tiada awal dan tiada akhir. 
Masyarakat Indonesia sering menggunakan kata “Agama Hindu” atau “Hindu Dharma”, karena makna dari kata “agama” sama artinya dengan “dharma”.

Dilihat dari rumusan pengertian agama tersebut, ada beberapa hal penting yang harus diketahui yakni;
  • Ssebagai motivasi dalam meningkatkan mental dan spiritual
  • Sebagai tatanan dalam bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. 
Agama tidak saja bertujuan untuk memupuk kebahagiaan di dunia, akan tetapi juga kebahagiaan di alam setelah kematian.
Tahapan-tahapan peningkatan kualitas beragama dalam inspirasihindu (Belajar dan Pembelajaran Adalah Yadnya) yang menurut Lontar Sewaka Dharma adalah:
  1. Ksipta, seperti perilaku ke-kanak-kanakan yang cepat menerima sesuatu yang dianggapnya baik tanpa pertimbangan yang matang.
  2. Mudha, seperti perilaku pemuda: pemberani, selalu merasa benar, kurang mempertimbangkan pendapat orang lain.
  3. Wiksipta, seperti perilaku orang dewasa, mengerti hakekat kehidupan, memahami subha dan asubha karma.
  4. Ekakrta, seperti perilaku orang tua, yaitu keyakinan yang kuat pada Hyang Widhi, mempunyai tujuan yang suci dan mulia.
  5. Nirudha yaitu perilaku orang-orang suci seperti seorang sulinggih yang penuh pengertian, bijaksana, segala pemikiran perkataan dan perbuataannya terkendali oleh ajaran-ajaran Agama yang kuat, serta mengabdi pada kepentingan umat manusia.
Dan sebagai pemimpin agama, para sulinggih juga diharapkan agar mampu untuk dapat mengapresiasikan empat unsur pokok ajaran agama yaitu : 
  • Tattwa, dasar keyakinan beragama. 
  • Tata susila, untuk mengetahui hakekat kebenaran sesuatu. 
  • Acara agama, wujud simbolis komunikasi manusia dengan Tuhannya. 
  • Parisada, mengembangkan hubungan harmonis dengan sesama umat sebagai ciptaan Tuhan.
Namun dalam Whraspati Tattwa 26 juga disebutkan bahwa apa yang dinyatakan oleh kitab suci dan diajarkan oleh guru (seperti halnya oleh para Nabe) dalam etika dan moralitas menurut Putra Devata itulah juga agama namanya.
***