Bahasa Sanskertanya disusun dalam bentuk sloka dan bahasa Jawa Kunanya disusun dalam bentuk bebas (gancaran) yang dimaksud sebagai terjemahan/penjelasan Sanskertanya.
Dan Lontar ini digunakan salah satu sumber tattwa dalam Siwa Tattwa Di Bali, disebutkan Wrhaspati Tattwa berisikan dialog antara seorang guru spiritual yaitu :
Sanghyang Iswara dengan seorang sisia (murid) spiritual yaitu Bhagawan Wrhaspati.Sanghyang Iswara berstana di pucak Gunung Kailasa yaitu sebuah puncak gunung Himalaya yang dianggap suci. Sedangkan Bhagawan Wrhaspati adalah orang suci yang merupakan guru dunia (guru loka) yang berkedudukan di sorga.
Secara garis besar ajaran-ajaran yang dijelaskan di dalam dialog itu adalah tentang kenyataan tertinggi itu ada dua yang disebut dengan Cetana dan Acetana.
- Cetana, unsur kesadaran.
- Acetana, unsur ketidaksadaran.
Cetana itu ada tiga jenisnya yaitu :
- Parama Śiwa Tattwa, tingkat kesadaran tertinggi.
- Sada Śiwa Tattwa, tingkat kesadaran menengah
- Śiwatma Tattwa, tingkat kesadaran yang terendah
Tinggi-rendahnya tingkat kesadaran itu tergantung pada kuat tidaknya pengaruh māyā. Paramaśiwa bebas dari pengaruh māyā sedang-sedang saja, sedangkan Śiwatma mendapat pengaruh Māyā yang paling kuat.
Sanghyang Widhi Paramaśiwa sebagai kesadaran tertinggi yang sama sekali tidak terjamah oleh belenggu mayā, karena itu Ia disebut “Nirguna Brahman”. Dan Ia merupakan perwujudan sepi, suci murni, kekal abadi, dan tanpa aktivitas.
Kemudian Paramaśiwa kesadarannya mulai tersentuh oleh māyā. Dan pada saat seperti itu, Ia mulai terpengaruh oleh sakti, guna dan swabhawa yang merupakan hukum kemahakuasaan Sanghyang Widhi Sadaśiwa. Yang memiliki kekuatan untuk memenuhi segala kehendaknya yang disimbulkan dengan bunga teratai yang merupakan SthanaNya.
Pada tingkatan Paramaśiwa ini digambarkan sebagai perwujudan mantra disimbulkan dengan aksara suci AUM (OM) dengan :
- Iswara (I) sebagai kepala,
- Tatpurusa sebagai muka (TA),
- Aghora (A) sebagai hati,
- Bamadewa (BA) sebagai alat-alat rahasia,
- Sadyojata (SA) sebagai badan.
Pada tingkatan Śiwatma Tattwa, sakti, guna dan swabhawaNya sudah berkurang karena sudah dipengaruhi oleh māyā. Karena itu Śiwatma Tattwa disebut juga Māyā Sira Tattwa.
Berdasarkan tingkat pengaruh māyā terhadap Śiwatma Tattwa, Śiwatma Tattwa tersebut dibedakan atas delapan tingkatan yang disebut “Astawidyasana”.Dapat dijelaskan juga disini bilamana pengaruh māyā sudah demikian besarnya terhadap Śiwatma menyebabkan kesadaran aslinya hilang dan sifatnya menjadi “Awidya”. Dan apabila kesadarannya terpecah-pecah dan menjiwai semua makhluk hidup termasuk didalamnya adalah manusia, maka Ia disebut Atma dan Jiwatman.
Meskipun Ātma merupakan bagian dari Sanghyang Widhi (ŚIWĀ), namun karena adanya belenggu Awidya yang ditimbulkan oleh pengaruh Māyā (Prdhāna Tattwa), maka Ia tidak lagi menyadari asalnya. Hal ini menyebabkan Ātma ada dalam lingkungan
Ātma akan dapat bersatu kembali kepada asalnya, apabila semua selaras dengan ajaran
Dan apabila dalam segala karmanya bertentangan dengan ajaran-ajaran tersebut tadi, maka Ātma akan tetap berada dalam lingkaran Samsara dan Reinkarnasi.
Bentruk atau wujud Reinkarnasi Ātma sangat banyak tergantung karma wasana-nya Ātma pada saat penjelmaannya terdahulu.
Salah satu bentuk Reinkarnasi itu adalah sebagai “Sthawara Janggama” yang disebutkan sebagai penjelmaan yang paling jelek.
Bentuk reinkarnasi seperti itu adalah suatu penderitaan luar biasa yang harus dihadiri. Untuk mengakhiri lingkaran samsara ini, Wrhaspati tattwa mengajarkan agar setiap orang menyadari hakekat ketuhanan dalam dirinya, yang dalam hal ini dapat dilakukan dengan :
- Mempelajari segala tattwa (Jñanā bhyudreka)
- Tidak tenggelam dalam kesenangan hawa nafsu (indriya yoga marga).
- Tidak terikat pada pahala-pahala perbuatan baik atau buruk (Trsnā dosaksaya).
Dan lain dari pada yang tersebut itu,
- Wrhaspati Tattwa juga mengajukan jalan lain untuk mencapai Sanghyang Wisesa yaitu dengan selalu memusatkan pikiran pada Dia (yoga) melalui enam tahapannya yang disebut Sadangga Yoga, yaitu Yoga yang didasari dan dibangun oleh dasa sila (sepuluh prilaku yang baik).
- Dalam beberapa pembahasan kajian Lontar Wrhaspati Tattwa hinduism Generation disebutkan bahwa :
- setiap perbuatan orang akan membuahkan Karma Wasana. Wasana yang telah mewarnai atman akan menghasilkan Karma Wasana dan Karman.
- Dalam Dunia Komunikasi oleh AgusSedana disebutkan bahwa cetana sebagai unsur widya ( unsur kesadaran ), yaitu hakikat yang tidak terpengaruh oleh ketidaksadaran dan bersifar abadi, artinya bersifat kokoh tidak dapat digoyahkan, dan tidak dapat disembunyikan.
***