Cetana merupakan asas roh yang menjadi jiwa semesta sebagai unsur kesadaran yang bersifat hening dan terang sebagai cahaya untuk mengenal tujuan hidup di dunia ini sehingga dalam Tattwa Jnana disebutkan agar kita juga selalu ingat dengan tutur (ajaran) sejati.
Dalam Lontar Wrhaspatitattwa dinyatakan bahwa pada hakikatnya unsur widya ( unsur kesadaran ) dari cetana ini tidak terpengaruh oleh ketidaksadaran dan bersifar abadi,
Artinya bersifat kokoh tidak dapat digoyahkan, dan tidak dapat disembunyikan.
Secara garis besar, ada tiga bentuk cetana yaitu : paramasiwatattwa, sadasiwatattwa, dan siwatattwa. Ketiga tattwa ini di sebut dengan cetana telu, yang merupakan tiga tingkat kesadaran.
Tinggi rendahnya taraf kesadran itu tergantung pada kuat lemahnya pengaruh mayatattwa ( acetana ) terhadap cetana.
Paramasiwatattwa bebas dari pengaruh mayatattwa, sadasiwatattwa dipengaruhi sedang – sedang saja, sedangkan siwatattwa sangat dipengaruhi oleh mayatattwa.
Dalam tingkatan Eka Wara disebutkan bahwa :
- Cetana sebagai Purusa Predana atau Sang Hyang Ketu; dan
- Acetana sebagai Sang Hyang Rahu.
Dan apabila cetana dan acetana sebagai dua hal yang menyebabkan adanya ciptaan di alam semesta ini bertemu maka akan muncul seluruh tattwa, yaitu tattwa asal :
- Pradanatattwa;
Sebagai unsur kebendaan / prakerti yang dalam banten pejati biasanya disimbolkan dengan pangi sebagai salah satu sarwa pala bungkah yaitu tumbuh - tumbuhan yang berbuah.
- Trigunatattwa;
Menurut pustaka Mastya Purana 53.Sloka 68 dan 69 dalam makna pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti untuk dapat mengendlikan Tri Guna manusia.
- Budhitattwa yaitu :
Alam pikiran yang tertinggi pada diri manusia yang berfungsi untuk mengklasifikasi dan menentukan segala keputusan. Budhi bersifat Sattwam, maka itu segala yang diputuskan akan bersifat baik dan bijaksana.
- Ahamkaratattwa;
Sebagai pengembangan dari budhi, dari budhi itulah disebutkan timbul Ahamkara yang memiliki sifat tiga macam yaitu Satwika, Rajasa, dan Tamasa.
- Karmendryatattwa,
- Segala karma yang digerakan oleh indria dengan rangsangan Panca Budhi Indria akan membentuk Dasa Indria sebagai gerak keinginan manusia atau mahluk hidup.
- Dalam bentuk “bhakti” yang hakekatnya bersumber pada unsur iman (sraddha) yang salah satunya dengan cara sembahyang, biasanya senteng digunakan sebagai simbol pengikat panca budhi indria dan panca karmen indria dalam tubuh kita tersebut.
- Pancamahabhutatattwa,
- Dalam hukum rta disebutkan bahwa apa yang ada pada alam semesta ini yang merupakan bhuwana agung itu sendiri, juga ada pada manusia atau bhuwana alit (tubuh manusia),
- Apabila unsur-unsur panca maha bhuta itu harmonis akan menimbulkan kekuatan positif. Sebaliknya apabila tidak harmonis menimbulkan kekuatan negative yang dapat mengganggu ketentraman hidup manusia.
- Sehingga disebutkan hendaknya oleh manusia, semua perlu keharmonisan itu dijaga sebagaimana yang tertuang dalam Tri Hita Karana sebagai konsep masyarakat Hindu dalam hal hubungan harmonis yang wajib dijaga umat manusia.
Dan semua itu disebut dengan sarwa tattwa yang merupakan intisari dari sebuah kesadaran atas kebenaran sejati pada Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dari segala yang ada di dunia ini.
***