Sraddha

Sraddha; srada adalah keyakinan, keimanan, ketakwaan dan bhakti yang dapat memberikan keseimbangan hidup di dunia ini dan dunia akhirat pada nantinya, yakni: 
  1. Satya yang merupakan unsur kebenaran dan kejujuran; 
  2. Rta merupakan hukum Tuhan yang Bersifat abadi; 
  3. Diksa sebagai alat untuk sampai pada tingkat kesucian diri;
  4. Tapa sebagai upaya mensucikan diri lahir bathin; 
  5. Brahma merupakan sumber sthava atau doa pujian (mantra) untuk mendekatkan diri kepada Tuhan; 
  6. yadnya yakni korban suci yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas.
Salah satu wujud pengamalan Sraddha dalam kehidupan sehari-hari adalah melalui pelaksanaan sembahyang dan yadnya, khususnya Panca Yadnya baik kepada Tuhan, sesama manusia maupun pada para leluhur yang telah mendahului kita dalam mewujudkan kesempurnaan hidup ini.
Dengan meyakini adanya Tuhan dalam keyakinan Panca Sradha disebutkan kita juga akan dapat menempuh jalan mencapai pembebasan dan kebahagiaan yang abadi.
Banten / yadnya sebagai Warna Rupaning Ida Bhatara dapat dimaknai sebagai suatu bentuk pendalaman Sraddha terhadap Hyang Widhi
Mengingat Beliau yang bersifat Nirguna, Suksma, Gaib, dan bersifat Rahasia, tentu sirat yang demikian itu sulit untuk diketahui lebih-lebih untuk dipahami. 
Oleh karenanya untuk memudahkan komunikasi dalam konteks bhakti maka Beliau yang bersifat Niskala itu dapat dipuja dalam wujud Sakala dengan memakai berbagai sarana, salah satunya adalah Banten. 

Adapun Banten yang memiliki kedudukan sebagai perwujudan Hyang Widhi adalah :
  • Banten-banten yang berfungsi sebagai Lingga atau Linggih Bhatara seperti: Daksina Tapakan (Linggih), Banten Catur, Banten Lingga, Peras, Penyeneng, Bebangkit, Pula Gembal, Banten Guru dan sebagainya. 
    • Banten sebagai Anda Bhuvana dapat dimaknai bahwa banten tersebut merupakan replica dari alam semesta ini yang mengandung suatu tuntunan agar umat manusia mencintai alam beserta isinya. 
  • Adapun banten sebagai lambang alam semesta ini adalah: Daksina, Suci, Bebangkit, Pula Gembal, Tanam Tuwuh dan sebagainya.**
Sesuai ajaran Weda, bahwa Tuhan ini tidak hanya berstana pada bhuvana alit, Beliau juga berstana pada bhuvana agung anguriping sarwaning tumuwuh
Sehingga dalam pembuatan banten itu dipergunakanlah seluruh isi alam sebagai perwujudan dari alam ini. 
Demikian ditambahkan Balinuse dalam Makna Banten Mecaru , Segehan dan Tawur Bagi Umat Hindu yang dikutip dari Lontar Yajna Prakrti.
***