Janggama

Janggama artinya bangsa tumbuhan yang hidupnya menumpang pada pohon lain.
Seperti contohnya benalu atau kepasilan dalam bahasa Balinya.

Ada senggak : "punyan kepasilan. Idup nyane setata megandong…." 
Artinya : 
Ada perumpamaan si pohon kepasilan/ benalu. 
Hidupnya senantiasa digendong atau menumpang..

Sepenggal nasihat ini sejatinya disebutkan agar kita jangan meniru perbuatan si pohon kepasilan (benalu) yang hidupnya selalu menggantungkan diri pada orang lain. 

Intinya sebagai manusia yang telah dikaruniai tubuh, anggota badan yang sama dengan orang lain, hendaklah kita jangan bermalas-malasan belajar & bekerja/megae, kurang keras berusaha dan selalu mengatakan diri kurang beruntung, lalu selalu meminta kepada orang lain untuk membantu kita & membiayai hidup kita. 

Kita hidup santai & enak-enakan, sementara orang lain harus membanting tulang kerja keras siang dan malam untuk ikut membantu membiayai makan & gaya hidup kita. 

Kita semua dikaruniai anggota tubuh yang sama (satu otak, dua mata, dua telinga, satu mulut, dua tangan, dua kaki, dst – semuanya sama,– tentu sama sekali tidak adil dan tidak baik perbuatan kita itu.

Demikian ditambahkan oleh Ni Made Sri Andini dalam salah satu artikel blognya sebagai renungan bahwa :
Dalam kehidupan ini, janganlah menggantungkan hidup kepada orang lain seperti kisah hidup si pohon benalu.

Karena dalam Lontar Wrhaspati Tattwa dikatakan bahwa : 

Salah satu bentuk reinkarnasi itu adalah sebagai “Sthawara Janggama” yang disebutkan sebagai penjelmaan yang paling jelek.

Bentuk reinkarnasi seperti itu adalah suatu penderitaan luar biasa yang harus dihadiri. Untuk mengakhiri lingkaran samsara ini, Wrhaspati tattwa mengajarkan agar setiap orang menyadari hakekat ketuhanan dalam dirinya

***