Keyakinan

Dalam hal keyakinan untuk dapat meyakini kebenaran seperti dalam sebuah keyakinan beragama dikatakan bahwa :
  • Harusnya sesuatu yang diyakini dikatakan bahwa perlu dibuktikan kebenarannya seperti halnya dalam tradisi kerauhan yang biasanya dilakukan pada tempat suci saat piodalan dilangsungkan.
  • Dan hendaknya juga setiap agama disebutkan agar tidak perlu menuntut sesuatu pengekangan yang tidak semestinya terhadap kemerdekaan dari kemampuan berpikir, kemerdekaan dari pemikiran, perasaan dan pemikiran manusia.
Karena sejatinya sebuah keyakinan adalah sesuatu hal yang diharapkan dapat memberikan kita kedamaian dan ketenangan.
Dan sesuatu yang bersifat religius diyakini juga hendaknya menurut agama pramana karena adanya kesucian dan hendaknya juga disebutkan dapat dibuktikan kebenarannya.
Seperti halnya keyakinan yang tertuang dalam beragam tradisi di Bali;
  • Pada umumnya untuk membuktikan sebuah kebenaran disebutkan yaitu :
    • Tentang berhasilnya sebuah upacara yadnya tertentu. dilaksanakan tradisi kerauhan yang bertujuan untuk membuktikan datangnya Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa atau manifestasi-Nya saat dilangsungkan upacara yadnya tersebut.
    • Untuk meyakini adanya Tuhan, Ida Sanghyang Widhi Wasa seperti yang termuat dalam lontar arda smara disebutkan pula berdasarkan atas Panca Srada untuk dapat mencapai tujuan hidup di dunia ini.
    • Dimana agama sebagai penuntun untuk dapat mengetahui hakekat dan tujuan hidup yang sebenarnya.
  • Keyakinan akan adanya satu Tuhan disebut dengan Monotheisme;
    • "Sa eko bhagavan sarvah Siva karana karanam ...", Bhatara Siwa adalah Esa, Esa adalah Bhatara Siwa itu sendiri;
    • Bermanifestasi beraneka menjadi Bhatara - Bhatari (Dewa Dewi) dalam sifat yang eka dan aneka.
  • Keyakinan reinkarnasi juga telah diselidiki secara ilmiah.
    • Manumadi sebagai wujud keyakinan manusia Bali terhadap konsep reinkarnasi (kelahiran kembali) yang dilaksanakan dengan upacara meluasang untuk meminta petunjuk kepada leluhur, mereka yang menjadi asal usul kita.
Jati diri sebagai umat beragama yang dikutip dari sejarah kebudayaan Bali sebagaimana dijelaskan jauharieffendy disebutkan pula bahwa :
"Keyakinan akan adanya eksistensi Tuhan Yang Maha Esa akan memperkuat jati diri dan kepercayaan diri (Agustian 2004: 3)."
Dalam dunia modern, menurut Peter L. Berger (Nashir 1999:41);
Agama adalah canopy suci untuk menghadapi kekacauan (chaos) (the sacred canopy of chaos). Agama ibarat langit suci yang teduh dan melindungi kehidupan. 
Masyarakat harus kemBali kepada basic value atau basic principle yang merupakan nilai-nilai dasar dalam kehidupan. Nilai-nilai dasar itu bersumber pada agama dan falsafah negara kita yakni pancasila
Kearifan lokal yang terkait dengan nilai-nilai pluralitas budaya atau multikulturalisme dalam masyarakat perlu kiranya direvitalisasi untuk membentengi diri dari gejala disintegrasi bangsa dimana :
Berbagai konsep dalam kebudayaan Bali seperti Rwa Bhineka, Tat Twam Asi, tri hita karana, dan nyama braya dalam kebudayaan Bali perlu dipahami sehingga dapat dipakai landasan untuk hidup saling berdampigan dengan etnik lain. 
Kearifan-kearifan lokal tersebut di atas yang mengedepankan hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungan alam perlu disosialisasikan dan diejawantakan dalam kehidupan riil.
    Dalam  beberapa kutipan, membentuk keyakinan juga disebutkan tidak mudah dan memerlukan sebuah proses bertahap seperti yang diceritakan oleh Agustin Ricke Yuani dalam ulasan segar nya.

    Diceritakan bahwa :
    "Baginya ini benar-benar anugerah dari Sang Hyang Widhi."
    Sejak saat itu dia mulai membentuk keyakinanku dengan penuh bhakti kepada Sang Hyang Widhi.
    Dia semakin membentuk pribadinya semakin religius. 
    Dia merasa semakin hari semakin dekat dengan Tuhan. serasa sudah menemukan jati dirinya. 
    Setiap masuk hari kliwon dan purnama dia selalu ikut persembahyangan, rasanya sangat bersemangat sekali untuk mengikutinya. 
    Rasa minder nya sedikit demi sedikit mulai menghilang. Dia pun memberanikan diri untuk sembahyang sendiri di pura tanpa ada poeper ataupun orang tua poeper. 
    Dia juga sudah berprinsip “masak mau sembahyang harus ada yang menemani”. Meskipun tidak ada yang menemani, Sang Hyang Widhi selalu menemani dimanapun kita berada.
    ***