Yama Purwa Tatwa


Yama Purwa (Purwwa) Tatwa adalah lontar Bali sebagai pedoman untuk melakukan upacara ngaben, agar roh / atman dari orang yang meninggal dunia;
  • Agar dapat menuju ke alam Siva, dan
  • Tidak sebaliknya ke neraka, alam bhur loka 
Yang sebagaimana disebutkan dalam artikel hakikat mati salah pati dalam perspektif Hindu, naskah lontar ini yang aslinya memakai aksara Bali.

Guna memudahkan memahami isi yang terkandung di dalam naskah tersebut, berikut ini dicoba dipaparkan secara sederhana, yang harapannya dapat disimak maknanya;
  • Baik secara filosofis, 
  • Teologis, maupun 
  • yadnya ritual. 
Secara filosofis, bahwa ada beberapa sarana utama yang dipakai dalam upacara kematian sesuai naskah Yama Purwwa Tattwa, di. antaranya :
  • pisang jati sebagai warna, 
  • asep sebagai mata, 
  • nasi angkeb sebagai mulut, 
  • bubur pirata sebagai suara, 
  • dukut lepas sebagai dubur, 
  • cawan sebagai dahi, 
  • daun kayu sugih sebagai hidung, 
  • kusa sebagai bulu mata, 
  • jawa sebagai alis, 
  • pili-pili sebagai ulu hati, 
  • panjang ilang sebagai lidah, 
  • ending sebagai bibir, 
  • don rotan sebagai punggung, 
  • asep sebagai gusi, 
  • pengawak sebagai tulang belakang, 
  • tebu sebagai lengan, 
  • cendana sebagai tulang kelingking, 
  • rempah-rempah sebagai inti atau sebagai atma. 
  • Panyugjug sebagai jalan, 
  • panyugjug mameri sebagai penuntun yang paling depan, 
  • baju (wastra) sebagai kulit, 
  • kain wangsul sebagai telapak kaki, 
  • topi sebagai lutut, 
  • ganjang/ganjaran berisi uang sebagai tulang lutut, 
  • sangku sebagai kantung kemih, kipas sebagai nafas, 
  • kotak sebagal daging, 
  • tiga sampir sebagai urat, dan gagadhing, 
  • emba-embanan sebagai kepala.
Secara teologis dinyatakan dalam naskah Yama Purwwa Tattwa, bahwa upacara kematian yang lazim disebut sebagai upacara ngaben (baik nyawa / sawa wedana, swasta, dan yang sejenis dalam upacara kematian),
  • Sesungguhnya ditujukan kehadapan Sang Hyang / Bhatara Siwa (sebagai asal dan semua ciptaan di dunia ini). 
  • Sesuai sumber naskah Yama Purwwa Tattwa bahwa orang yang meninggal, dikubur di pertiwi, dan dibuatkan upacara pengabenan mendapatkan anugerah dan Sang Hyang Yama guna menghilangkan segala kekotoran (leteh atau dosa) sehingga roh orang yang meninggal kembali ke alam Siva.
Secara teologis, adapun nyasa atau simbol dan orang yang meninggal secara teologis digambarkan dengan huruf  / aksara suci,
  • yang dilengkapi dengan yadnya sesajen yang diperlukan. 
  • Selanjutnya jika roh orang yang meninggal masih dalam keadaan sengsara, kotor (cukil daki) belum layak diupacarai ngentas, 
    • oleh karena hal demikian secara teologis mendapatkan kutukan dari Sang Hyang Haricandana (sebutan lain dari Deva Siva) untuk tinggal di dasar kawah naraka dan bukan tinggal di alam Siva.
    • Kutukan Sang Hyang Haricandana dilanjutkan dengan penyerahan kehadapan Deva Brahma, yang pada akhirnya diserahkan kehadapan kepada Sang Hyang Yamadipati untuk ditempatkan di kawah naraka. 
    • Kelak pada saat reinkarnasi dinyatakan äkan menjelma sebagai manusia yang menderita.

Secara yadnya ritual, juga memaparkan bagaimana upacara kematian, khususnya upacara Nyawa / Atma Wedana yang upakaranya terdiri atas,
  • Tetandingan banten guling bebangkit selengkapnya, sebagai penebusan
    • sesajen beralaskan nyiru sebanyak tiga nyiru, 
    • tetingkeban satu nyiru, untuk sedahan kawah satu nyiru, nasi garuda satu nyiru, dan ditambah pangalang-alang satu nyiru, dan lagi nasi gagak, 
      • sri kakili, anggel-anggel 22 tanding, tamelung upih 108, cunguh kawu 40, berisi nasi setengah matang, yang tiga berisi lauk kulit siput air, dan lagi yang tiga berisi lauk darah, darah bercampur abu, dan lagi taksisir, tamelung upih besar sebuah, berisi nasi lauk kulit siput air, alang-alang segenggam, darah satu limas berisi ati, bertongkat kayu ha, berisi panca kosika, yang merupakan gabungan dari daksina sebuah, pras lima, nasi putih, nasi merah, nasi kuning, nasi hitam, saji sebuah berisi lauk itik, pelengkap pahumahan lekesan 40 sebesar seperti cane dan lagi ditarnbah sajen pambuket, tumpeng berpucak manik, seperti sate panyegjeg sebagai panebasan, berisi nasi setengah matang diolesi cendana, dipancangi orti, pulakerti, dan lagi karas berisi balung, jatu kling, warna, alat-alat kaki patuk, karas berisi alat-alat tukang bangunan.
  • Sebagai dasar kawah, kaping berwarna sesuai dengan neptu (urip wewaran) dan sajen pelengkapnya .....
Demikian sekilas paparan mengenai kandungan isi dari naskah Yama Purwwa Tattwa, yang sesungguhnya sebagai pedoman bagi umat Hindu Dharma dalam melaksanakan upacara kematian atau upacara pengabenan. 

Inti dari naskah Yama Purwwa Tattwa sebagaimana telah dijelaskan di atas, yaitu sebagai pedoman untuk melakukan upacara kematian, agar roh yang meninggal dapat menuju ke alam Siva, tidak sebaliknya ke alam neraka.
***