Niyasa (nyasa) adalah simbol keyakinan seseorang pada ke Maha Kuasaan yang diletakkan pada
tempat suci yang wajar.
Oleh karena simbol - simbol niyasa itulah yang dilihat dalam jnana para
Maha Rsi penerima wahyu Hyang Widhi, yang kemudian diajarkan kepada kita
secara turun temurun.
Seperti halnya niyasa untuk simbol Omkara dalam upanisad sebagaimana disebutkan kutipan Dharmacana "ongkara" oleh Ida Bhagawan Dwija dalam babad bali, Omkara merupakan Niyasa Sang Hyang Widhi, artinya
Seperti halnya niyasa untuk simbol Omkara dalam upanisad sebagaimana disebutkan kutipan Dharmacana "ongkara" oleh Ida Bhagawan Dwija dalam babad bali, Omkara merupakan Niyasa Sang Hyang Widhi, artinya
- alat bantu agar terkonsentrasi dan
- pemuja mendapat vibrasi kesucian.
Niyasa yang lain misalnya bebantenan,
pelinggih, kober (pengawin), dll oleh sebab itu maka niyasa diletakkan pada
tempat yang wajar karena disucikan.
Sebagai sarana bhakti untuk menyembah Tuhan dalam wujud yang abstrak dan menyembah Tuhan dalam wujud
yang nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca atau
mantra yang juga disebutkan niyasa dalam beberapa bentuk simbol,
- Bentuk-bentuk pelinggih sebagai simbol/niyasa ketika itu hanya: meru tumpang tiga, Kemulan rong tiga, bebaturan, dan gedong.
- Kemudian wahyu yang diterima oleh Danghyang Nirartha untuk menganjurkan penduduk Bali dalam arsitektur pura untuk menambah bentuk palinggih berupa Padmasana menyempurnakan simbol/niyasa yang mewujudkan Hyang Widhi secara lengkap, baik ditinjau dari konsep horizontal maupun vertikal.
- Pelinggih Padma Anglayang yang bertingkat tujuh dengan dasar bhedawangnala yang di puncaknya ada tiga ruang (rong telu) sebagai niyasa stana Sanghyang Siwa Raditya atau Sanghyang Tripurusa dan juga sebagai niyasa stana Trimurti.
- Sanggah Surya pada saat mekala - kalaan (mabeakala) ring upacara pawiwahan merupakan niyasa (simbol) sebagai stananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Ratih.
- Plangkiran untuk menstanakan Bhatara / Dewa siapa yang ingin dipuja.
- dll
***