Rwa Bineda

Rwa (Bineda; Bhineda) adalah dua sifat berbeda sebagai spirit harmoni dalam kehidupan di alam ini.

Dan perpaduan kedua sifat ini bertujuan untuk dapat mewujudkan keharmonisan dan keseimbangan di bhuwana agung & bhuwana alit  seperti halnya :
Kedua unsur ini masing - masing disebutkan :
Bermula ketika Bhuwana Agung, alam semesta ini diciptakan pertama kali oleh Sang Hyang Widhi Wasa sehingga di alam semesta ini terdapat dua sifat berbeda - beda tersebut dan selalu mewarnai alam ini sebagaimana disebutkan dalam mitologi caru maka diperlukan hal - hal untuk dapat menetralisirnya.
Dua unsur kekuatan berbeda tersebut dalam konsep pura kahyangan rwa bhineda disebutkan berfungsi untuk memotivasikan umat manusia agar mengupayakan kehidupan yang seimbang antara kehidupan mental spiritual dan kehidupan fisik material,
    • dimana Tuhan dipuja sebagai pencipta dua unsur unsur tersebut yaitu unsur purusa dan pradana
    • karena semua makhluk hidup tercipta dari dua unsur tersebut.
***
Kombinasi antara Purnama-Tilem dalam Phartyca's Blog, dijelaskan untuk upacara mensucikan Sang Hyang Rwa Bhineda,
  • Pada saat purnama memuja Sang Hyang Chandra
  • Pada saat tilem memuja Sang Hyang Surya.
Lazimnya sebuah dunia, sifat Rwa Bhineda yaitu baik-buruk, terang-gelap dll selalu mewarnai kehidupan ini, seperti halnya laki-perempuan, siang-malam, panas-dingin dan sebagainya.
Yang cair misalnya, kalau dipanaskan oleh api akan menguap ke langit (I Bapa), sedangkan api akan mengendap ke bumi (I Meme). Langit sendiri akan menurunkan hujan untuk menyuburkan bumi dan melahirkan kehidupan.
Demikian halnya dalam dunia Wayang dikenal, 2 (dua) kelompok besar, kanan dan kiri. Golongan Kanan lebih mewakili sifat-sifat kebajikan. 

Dari lakon Mahabharata ada para Pandawa dan golongan Yadu sedangkan pada lakon Ramayana meliputi Rama, Laksamana, Hanoman, Sugriwa dkk.

Sebaliknya Golongan Kiri disarati sifat-sifat kebhatilan yang diwakili oleh para Kurawa dalam lakon Mahabharata dan Rahwana beserta para Raksasa dalam lakon Ramayana. Demikian dijelaskan dalam kutipan dari blog PanDe Baik, "Wayang Kulit Dan Barong Landung" 
***
Selain itu dijelaskan pula, saput poleng yang bercorak kotak - kotak, subha karma dan asubha karma dalam simbol dan istilah yang disebutkan sebagai prilaku baik dan prilaku dosa yang juga disebutkan lambang Tapak dara dalam simbol swastika sebagai sumber pengatur seisi alam menjadi cerminan Sang Hyang Rwa Bineda sebagai simbol penyeimbang.

Keanekaragaman dan perbedaan tersebut dalam pengetahuan Hindu Dharma dijelaskan bahwa selain terus dapat meingkatkan wiweka dalam diri sendiri;
Dan kitapun hendaknya disebutkan wajib dan tidak segan-segan untuk dapat bertata-krama dengan umat lain seperti layaknya kita bersaudara, karena memang kita semua ini bersaudara.
 ***