Karunia

Karunia adalah sebuah anugerah cahaya terang yang diterima untuk dapat menyelamatkan jiwa dari belenggu pikiran dan belenggu samsara seperti halnya dalam penggunaan mantra panca aksara (Om Nama Siwaya) yang berdasarkan atas :
  • Keyakinan untuk dapat meyakini kebenaran.
  • Fokus pada diri sendiri dalam beribadah, bekerja dan untuk terus menerus berbenah menjadi positif.
  • Ketekunan untuk dapat mencapai keberhasilan.
  • Dalam Gayatri Mantram disebutkan 
    • Pracodayat berarti Tuhan selalu memberikan karunia-Nya dan selalu melindungi umatNya;
    • Dan segala keinginan yang baik akan selalu dipenuhi.
Tuhan dipuja sebagai Sang Hyang Tri Purusa (Tiga Manifestasi Tuhan sebagai jiwa alam semesta). 
Beliau menjadikan diri-Nya berbagai wujud ilahi dalam bentuk dewa-dewi dengan penuh kebijaksanaan untuk dapat menganugerahkan karunia kepada mereka yang bersinar cemerlang.

Nunas Ica berarti memohon karunia dengan rasa bhakti yaitu dengan persembahan yang memiliki kualitas kesucian akan menjadi segel suci niskala dalam penggunaan MANTRA MEBANTEN ॐ sebagaimana disebutkan :
Bila canang dihaturkan sesuai dengan pengider-ideran Panca Dewata yang tepat, canang merupakan segel suci niskala yang memiliki kekuatan kerja-nya sendiri. 
Tapi kekuatan-nya akan menjadi lebih aktif jika kemudian segel-segel suci niskala ini kita hidupkan dan gerakkan dengan kekuatan mantra-mantra suci, tirtha [air suci], dupa dan kekuatan sredaning manah [kemurnian pikiran]. 
Sehingga turunlah karunia kekuatan suci semua Ista Dewata, yang memberikan kebaikan bagi alam sekitar dan semua mahluk.

Inilah urutan tata-caranya :
[Sebelum mulai Mebanten/Menghaturkan Persembahan, sebaiknya di awali dengan memurnikan persembahan, sebagai berikut;]
  • Memurnikan/Membersihkan Persembahan:
(Cakupkan tangan di dahi) ucapkan mantra,
“ OM AWIGNAM ASTU NAMO SIDDHAM
OM SIDDHIRASTU TAT ASTU ASTU SWAHA.”
(Ambil sekuntum bunga pada canang, Apit bunga dengan membentuk mudra amusti-karana/mudra trisandya di dada) ucapkan,
“OM PUSPA DANTA YA NAMAH SWAHA,
OMKARA MURCYATE PRAS PRAS PRANAMYA YA NAMAH SWAHA.”
(Setelah selesai mengucapkan mantra, bunga kita lempar ke arah canang atau persembahan)
  • Selanjutnya memurnikan sarana Persembahan dengan Air Suci (tirtha):
(Siratkan tirtha pada persembahan/canang) ucapkan mantra,
“OM PRATAMA SUDHA, DWITYA SUDHA, TRITYA SUDHA, CATURTHI SUDHA, PANCAMINI SUDHA,
OM SUDHA SUDHA WARIASTU,
OM PUSPHAM SAMARPAYAMI,
OM DUPHAM SAMARPAYAMI,
OM TOYAM SAMARPAYAMI,
OM SARWA BAKTYAM SAMARPAYAMI.”
Dengan demikian semua sarana persembahan telah tersucikan dan siap untuk kita haturkan.
  • [Setelah proses pemurnian selesai, semeton bisa langsung menghaturkan persembahan canang maupun pejati.]
Menghaturkan Persembahan/Mebanten:
(Unggah canang) ucapkan mantra,
“OM TA MOLAH PANCA UPACARA GURU PADUKA YA NAMAH SWAHA.”
(Unggah dupa) ucapkan mantra,
“ONG ANG DUPA DIPA ASTRAYA NAMAH SWAHA.”
(Sirat tirtha pada canang) ucapkan mantra,
“ONG MANG PARAMASHIWA AMERTHA YA NAMAH SWAHA.”
(Ngayab dupa) ucapkan mantra,
“OM AGNIR-AGNIR JYOTIR-JYOTIR SWAHA
ONG DUPHAM SAMARPAYAMI SWAHA.”
(Ngayab canang) ucapkan mantra,
“OM DEWA-DEWI AMUKTI SUKHAM BHAWANTU NAMO NAMAH SWAHA,
OM SHANTI SHANTI SHANTI OM.”

Demikian lah teknik ringkas MANTRA MEBANTEN,
Persembahan yang baik adalah persembahan yang memiliki kualitas kesucian. 
Karena dengan kualitas yang suci barulah persembahan bisa menjadi segel suci niskala yang terang cahaya-nya.

Ini adalah tata-cara dasar untuk menghaturkan persembahan ke luhur [ke alam-alam suci]. Sekali lagi bahwa cara ini tidak terbatas hanya untuk menghaturkan canang saja, 
tapi juga dapat digunakan untuk menghaturkan segala jenis persembahan ke alam-alam suci. Seperti misalnya pada saat kita tangkil ke sebuah pura dan kita menghaturkan pejati, dsb-nya.

Mantra ini merupakan mantra yang sangat universal untuk menghaturkan segala jenis persembahan ke alam-alam suci. Dapat digunakan untuk menghaturkan segala jenis persembahan di semua palinggih dan pelangkiran, termasuk juga saat kita tangkil ke sebuah pura.

Sebuah catatan penting juga untuk diperhatikan, yaitu nanti ketika kita menghaturkan canang sangat penting untuk meletakkan warna-warni bunga pada posisi arah mata angin yang tepat. 
  • Supaya sesuai dengan arah mata angin pengider-ideran Panca Dewata
  • Jangan diletakkan secara sembarangan agar canang sebagai segel suci niskala ini nantinya dapat bekerja secara maksimal.
    • Bunga berwarna putih diletakkan pada posisi arah timur, sebagai segel mengundang kehadiran Sanghyang Iswara untuk melimpahkan karunia tirtha sanjiwani yang memberikan kesucian sekala dan niskala.
    • Bunga berwarna merah diletakkan pada posisi arah selatan, sebagai segel mengundang kehadiran Sanghyang Brahma untuk melimpahkankarunia tirtha kamandalu yang memberikan kekuatan kebijaksanaan dan taksu.
    • Bunga berwarna kuning diletakkan pada posisi arah barat, sebagai segel mengundang kehadiran Sanghyang Mahadewa untuk melimpahkan karunia tirtha kundalini yang memberikan kekuatan intuisi dan kemajuan spiritual.
    • Bunga berwarna hitam [atau ungu tua] diletakkan pada posisi arah utara, sebagai segel mengundang kehadiran Sanghyang Wishnu untuk melimpahkan karunia tirtha pawitra yang melebur segala bentuk keletehan atau kekotoran sekala dan niskala.
    • Kembang rampe [irisan pandan-arum] diletakkan pada posisi di tengah-tengah, sebagai segel mengundang kehadiran Sanghyang Shiwa untuk melimpahkan karunia tirtha maha-amertha yang memberikan kekuatan moksha [pembebasan].
Sekali lagi bahwa ini adalah konsep paling ringkas [inti] atau paling mendasar. Tentunya para pembaca saudara-saudara se-dharma memiliki bentuk tradisi dan tattwa yang beragam di tempat masing-masing. 
Hendaknya disebutkan tetaplah dijalankan sesuai tradisi dan tattwa masing-masing, agar sesuai dengan desa, kala, patra. Tapi hendaknya juga dilaksanakan dengan berlandaskan pengetahuan tentang tattwa.

Dan beberapa diantaranya dalam kisah Weda dan pelaksanaan upacara yadnya disebutkan :

  • Atas ketekunan Yawakrida, pada zaman dahulu Bhatara Indra memberi karunia kepadanya untuk dapat mempelajari kitab-kitab Weda sehingga beliau dapat menguasainya dengan cepat.”
  • Makanan itu sebelum dimakan harus dipersembahkan terlebih dulu pada Tuhan.
    • Karena itu umat Hindu di Bali sehabis memasak melakukan upacara masaiban sebagai yadnya sesa. Setelah itu barulah makanan itu boleh dimakan.
  • Persembahan dengan porosan silih asih yang dilandasi oleh hati yang welas asih serta tulus kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa Nya.
  • Dalam karya ngenteg linggih, upacara mapeselang sebagai lambang bertemunya Hyang Widhi Wasa dengan umat manusia untuk melimpahkan karunia-Nya berupa cinta kasih.

***