Pagerwesi

Pagerwesi adalah hari raya yang dilaksanakan atas anugrah kesentosaan dan kemajuan yang telah dicapai oleh umat manusia yang dirayakan pada Budha Kliwon wuku Shinta.

Secara harfiah,
Kata Pagerwesi bersumber dari dua suku kata yaitu Pager (atau Pageh) + Wesi yang melambangkan segala hal yang dipagari dengan ketekunan dan konsisten akan menjadi lebih kokoh dan kuat. 
Atau dalam makna lainnya, 
Sesuatu yang dipagari merupakan yang bernilai tinggi sehingga tak boleh sedikitpun mendapatkan gangguan apalagi yang merusak. 
Sanghyang Pramesti Guru disebutkan yang menjadi tujuan utama dilakonkannya upacara Pagerwesi ini sebagai manifestasi Tuhan yang dipercaya merupakan gurunya manusia dan alam semesta.

Upacara yang dilaksanakan bermakna melambangkan suatu perlindungan yang kuat pada Hari Raya Pagerwesi ini yang dalam Weda Hindu disebutkan bahwa :

Hendaknya para sulinggih / purohita sebagai adi guru loka yaitu guru utama dari masyarakat maka Sang Purohita-lah lebih mampu menggerakkan atma dengan tapa bratanya dalam pelaksanaan upacara yadnya pagerwesi ini sebagaimana disebutkan dalam Parisada Hindu Dharma, Yadnya Pada Hari Raya Pagerwesi agar lebih ditekankan dengan melakukan upacara;

    • Ngarga, dan 
    • Mapasang Lingga.
Dan pada tengah malam umat dianjurkan untuk melakukan meditasi (yoga dan samadhi). 

Yadnya (Banten) yang paling utama disebutkan pada hari raya ini yaitu :
    • Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi sebagai pemujaan (yoga samadhi) bagi para Pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan sesuai dengan kemampuan. 
  • Dan Bagi umat kebanyakan yadnya (banten) disebutkan adalah;
    • natab Sesayut Pageh urip, 
    • Prayascita
    • Dapetan
    • Tentunya dilengkapi Daksina, 
    • Canang, dan 
    • Sodan
    • Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu 
      • Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta, 
      • dan Sesayut Pageh Urip bagi umat kebanyakan.
Makna Filosofis yang terkandung dalam hari raya ini, sebagaimana telah disebutkan dalam lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha Kliwon wuku Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru, manifestasi Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa sebagai guru sejati yang diiringi oleh Para Dewata Nawa Sanga lainnya. 

Pada hari raya pagerwesi ini disebutkan hari raya suci yang berdasarkan pawukon dalam kutipan artikel dharmathebackbone yang dijelaskan pada hari raya pagerwesi ini juga merupakan hari yang paling baik mendekatkan atman kepada Brahman sebagai guru sejati.
  • Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan ‘pager besi’ untuk melindungi hidup kita di dunia ini. 
  • Disamping itu pula Sang Hyang Pramesti Guru beryoga bersama Dewata Nawa Sanga untuk ‘ngawerdhiaken sarwa tumitah muwang sarwa tumuwuh’,
      • Ngawerdhiaken artinya mengembangkan 
      • tumitah artinya yang ditakdirkan atau yang terlahirkan, 
      • tumuwuh artinya tumbuh-tumbuhan. 
    • yang berarti dalam mengembangkan kehidupan tumbuh-tumbuhan yang telah ditakdirkan atau yang terlahirkan diperlukan guru sebagai guru sejati agar terjadi keseimbangan.

Begitu pula disebutkan Hari Raya Pagerwesi ini dalam Babad Bali, yang sebagaimana dijelaskan pada hari ini kita menyembah dan sujud kehadapan Ida Sang Hyang Widhi, Hyang Pramesti Guru beserta Panca Dewata, kita sujud kepadaNya, merenung dan memohon agar hidup kita ini direstuiNya dengan;
  • kesentosaan, 
  • kemajuan dan lain-lainnya.
Widhi-widhananya dipersembhakan banten: 
yang dihaturkan di Sanggah Kemulan (Kemimitan). Yang di bawah dipujakan kepada Sang Panca Maha Bhuta;
Hendaknya Sang Panca Maha Bhuta bergirang dan suka membantu kita, memberi petunjuk jalan menuju keselamatan, sehingga mencapai Bhukti mwang Mukti.
***