Sěgěhan tersebut dibuat di atas alas nyiru yang berisi beras. Di tengahnya diberi tempat sebagai alas kelapa yang di sampingnya susun sebuah kemiri, telor, pangi ‘keluek’, gagantusan, peselan. Di luarnya diisi nasi 11 porsi yang disusun berdasarkan mata angin (Sudarsana, 2001: 83).
Sěgěhan tersebut juga dilengkapi canang gantal, dan canang rebong. Seusai dipersembahkan beras serta perlengkapannya ditaburkan ke empat penjuru, yaitu Timur, Selatan, Barat, dan Utara (Swarsi, 2003: 79). Lebih jelasnya, perhatikan wujud ritual berikut.
Makna yang terkandung dalam wujud ritual sěgěhan agung adalah sebagai berikut.
- Kata agung dalam hal ini bukan berarti ‘besar’, tetapi ‘menyeluruh’.
- Maksudnya, sěgěhan agung bukanlah berarti sěgěhan besar seperti pemahaman masyarakat Hindu pada umumnya, melainkan sěgěhan yang ditujukan kepada seluruh bhuta kala dan pengikut-Nya.
Segehan Agung ini juga menurut dokumen yang ada di forum diskusi jaringan hindu nusantara (ref), persembahan sehari-hari yang dihaturkan kepada Kala Buchara / Buchari (Bhuta Kala) supaya tidak mengganggu. Penyajiannya diletakkan di bawah / sudut - sudut natar Merajan / sanggah / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan.
Fungsi segehan agung ini juga sebagai caru yaitu untuk memohon kehadapan Hyang Widhi agar terbina keharmonisan hidup, seluruh umat manusia terhindar dari segala godaan sekala niskala, terutama terhindar dari gangguan para bhuta-kala (Kala Bhucara-Bhucari).
Fungsi segehan agung ini juga sebagai caru yaitu untuk memohon kehadapan Hyang Widhi agar terbina keharmonisan hidup, seluruh umat manusia terhindar dari segala godaan sekala niskala, terutama terhindar dari gangguan para bhuta-kala (Kala Bhucara-Bhucari).
***