Sanghyang Pramesti Guru

Sanghyang Pramesti Guru adalah guru sejati dimana dalam filosofinya juga disebutkan :
Hidup tanpa guru  juga sama artinya dengan hidup tanpa penuntun.
Sebagai guru sejati untuk manusia dan alam semesta ini, dan tersebutlah pada zaman dahulu keserakahan tidaklah dapat berlangsung lama; 
Dengan sifat loba yang berlebihan, dalam sejarah Bali diceritakan pada saat Mayadanawa menjadi seorang raja saat itu yang sifatnya “Nyapa kadi aku” , tidak ingat akan dirinya sebagai seorang raja yang harus mengayomi dan melindungi seluruh rakyatnya. 
Akhirnya para Bhatara dan dewata di Tolangkir menghadap Hyang Pramesti Guru, memohon agar Prabu Mayadanawa yang mencemaskan penduduk Bali dimusnahkan dari madyaloka ini. 
Hyang Pramesti Guru memerintahkan para dewata para resi dan tidak ketinggalan Bhatara Indra agar turun ke Bali untuk melenyapkan raja Mayadanawa.
Sanghyang Paramesti Guru sejatinya adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. 
Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur.
Sebagaimana dijelaskan oleh wayanalit0, Hari Raya Pagerwesi yang disebutkan dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. 
Hari raya ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun umat walaka. 
Begitupun dalam lontar Sundarigama disebutkan: “Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.”

Artinya: Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.
***