Mayadanawa adalah seorang raja yang memerintah di Bedahulu Bali yang merupakan putra dari Raja Sri Jayapangus dengan Dewi Danu sebagaimana disebutkan dalam kisah Barong Landung sebagai peringatan kemenangan dharma yang dirayakan saat hari raya galungan.
Diceritakan sebelum Prabu Mayadanawa menjadi raja di Bali, sebagaimana yang disebutkan dalam babad kayu selem, di Bali bertahta seorang raja bernama Detya Karna pati dengan abiseka çri Jayapangus yang berkeraton di Balingkang.
Setelah wafatnya Raja Jayapangus, Bali dipimpin oleh Mayadanawa sebagai seorang raja.
Mayadanawa selama memerintah di Bedahulu didampingi oleh seorang patih yang
amat terkenal bernama Kala Wong dan pusat pemerintahannya terletak di
Batànar (Pejeng). untuk memegang tampuk pemerintahan.
Prabu Mayadanawa tidak ingat akan dirinya sebagai
seorang raja yang harus mengayomi dan melindungi seluruh rakyat,
Mayadanawa tidak ingat akan kebesaran Tuhan yang telah menjadikannya hidup dan menjelma sebagai manusia, bahkan dengan tegas Mayadanawa menghalangi dan melarang rakyat
untuk menghaturkan sembah, pemujaan dan yadnya.
Rakyat Bali
tidak diperkenankan sujud kehadapanNya sebab Mayadanawa berpendapat,
tidak ada yang lebih kuasa, kuat dan berpengaruh selain dirinya, oleh
karena itu tidaklah ada gunanya menghaturkan sajian kepada Ida Sang Hyang Widhi Waça, Tuhan Yang Maha Esa kecuali kepada dirinya.
Tindakan di atas amat merisaukan para dewata sebab sejak saat itu rakyat Bali tidak ada yang berani menghaturkan sembah dan bakti kepadaNya.
Mereka takut
melakukannya, khawatir serta cemas dikenakan hukuman ataupun siksaan
oleh Mayadanawa, Kegelisahan para dewata makin tidak dapat dibendung
lagi.
Akhirnya para Bhatara dan dewata di Tolangkir menghadap Hyang Pramesti Guru, memohon agar Prabu Maya danawa yang mencemaskan penduduk
Bali dimusnahkan dari madyaloka.
Hyang Pramesti Guru memerintahkan para dewata para resi dan tidak ketinggalan Bhatara Indra agar turun ke Bali untuk melenyapkan raja Mayadanawa.
Setibanya turun di Bali terjadilah
pertempuran yang dasyat antara bala tentara Mayadanawa dengan para
dewata, Korban diantara kedua belah pihak berjatuhan dan pertempuran
tetap berkobar dengan sengitnya.
Bala tentara Mayadanawa terdesak, tidak kuat melawan serangan para dewata yang dipimpin Bhatara Indra, Mayadanawa dan Patih Kala Wong melarikan diri tetapi walaupun menyamar menjadi berbagai bentuk, penyamarannya tetap diketahui Bhatara Indra.
Mula - mula Mayadanawa menjelma menjadi pohon timbul, kemudian lari ke
sorga menjadi seorang bidadari tetapi diketahui juga dan tak
henti-hentinya dikejar Bhatara Indra.
Perlu kami sampaikan bahwa pada Usana Bali dijelaskan banyak nama-nama desa yang dihubungkan dengan penjelmaan Mayadanawa dalam menyelamatkan dirinya dari kejaran Bhatara Indra.
Misalnya tempat Mayadanawa menjelma :
- Menjadi busung (daun kelapa muda) disebut desa Belusung,
- Tempat Mayadanawa menyamar menjadi pusuh (jantung pisang) disebut desa Paburwan,
- tempat Maya danawa menyamar menjadi batu besar sekarang disebut desa Sebatu.
- Menjadi manuk (burung) disebut desa Manukaya
- Tempat Mayadanawa menyamar menjadi padi disebut desa Tampaksiring dan
- Terakhir sampailah ia pada suatu tempat dan menjelma menjadi padas (paras), Pada penjelmaan inilah akhirnya Mayadanawa dipanah oleh Bhatara Indra sehingga menemui ajalnya. Tempat terbunuhnya Mayadanawa dan Patih Kala Wong kini dikenal dengan nama desa Toya Dapdap dan Pangkung Petas.
- Sedangkan darah Mayadanawa yang terus mengalir menjelma menjadi sungai yang sekarang dikenal dengan nama sungai Petanu.
Tersebutlah dalam Purana Bali Dwipa, setelah Bali mengalami kehancuran di bawah Mayadanawa
dan setelah matinya Mayadanawa bertahta seorang
raja bernama Sri Kesari Warmadewa Çaka
804. Aci-aci mulai lagi antara lain Hari Galungan.
Demikianlah sekilas tentang Raja Mayadanawa ini dijelaskan.
Demikianlah sekilas tentang Raja Mayadanawa ini dijelaskan.
***