Dapetan berasal dari akar kata “dapet” mendapatkan akhiran An, yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang didapatkan, ditemukan atau dihasilkan.
Banten Dapetan sebagai lambang/nyasa dari Karma Wasana, semua yang kita alami, yang kita temukan/dapatkan dan kita hasilkan dalam kehidupan ini,
- baik ataupun buruk,
- suka maupun duka,
- pintar ataupun bodoh,
- kaya maupun miskin,
- keberhasilan ataupun kegagalan
- Hendaknya kita dapat mensyukurinya,
- dengan mensyukuri dua dimensi kehidupan yang menimpa kehidupan kita, sebagai hasil dari perbuatan kita, kita tidak akan terbebani olehnya (Ida Pandita Mpu Jaya Wijayananda, 2004: 78).
Untuk mendapatkan suatu dapetan yang baik, hendaknya mulai sekaranglah kita mempersembahkan Dapetan (Karma wasana) yang baik, agar dalam kehidupan nanti kita dapat menikmati suatu kehidupan yang lebih baik.
Kehidupan kita yang sekarang sebagai refleksi dari hidup yang terdahulu, dan sebagai dasar dari kehidupan yang akan datang, karena kita yakin dan percaya dengan hukum Karmaphala.
Sekecil apapun perbuatan yang pernah kita lakukan, pasti akan mendapatkan pahala yang setimpal, walaupun hanya dalam pikiran sekalipun.
Demikian diuraikan Banten Dapetan dalam upacara dan upakara sebuah kajian filosofis khususnya untuk otonan,
untuk itu marilah kita berusaha untuk selalu bersyukur dan dapat mempersembahkan Dapetan (aktivitas karma-karma yang baik, sehingga nantinya kita dapat menuai hasil yang penuh dengan kebajikan-kebajikan.
Sedangkan Banten Dapetan ini dalam penggunaan upacara yadnya di Bali juga dijelaskan sebagai berikut :
- Untuk menyambut kelahiran jatakarma samskara, terdiri dari nasi berbentuk tumpeng dengan rerasmen dan raka buah-buahan.
- Penggunaan pada saat upacara menanam Ari-Ari dalam Energi Spiritual Bali disebutkan bermakna sebagai penyapa kehadapan roh suci yang baru reinkarnasi menjadi bayi. Dapetan tumpeng 7 yang digunakan dalam Banten Pasupati yang di tengah2nya diisi dengan cawan, isi base tampin, beras, benang tebus, pis bolong 3, penyenyeng dll.
- Pelinggih paibon yang dijadikan sebagai tempat suci untuk memanggil roh leluhur yang sudah meninggal dunia namun belum disucikan disebutkan digunakan sagi saji dapetan pengiring.
***