Bunga adalah warna-warni sari yang indah dari sebuah tanaman.
Setidaknya ada sebatang atau dua batang pohon bunga.
Dengan kesadaran ketika menanam, sering terdengar kalimat
“Pang ada anggon ngae canang”.
Artinya biar ada dipakai membuat persembahan. Karena sekuntum bunga adalah salah satu bagian terpenting dari persembahan, pentingnya bunga dalam persembahyangan dalam bahasa Bali, disebut muspa (memuja dengan sarana bunga) seperti yang disebutkan dalam seminar metanding.
Bunga (kembang; sekar; puspa) yang digunakan sebagai sarana muspa dalam sembahyang dan upacara yadnya disebutkan adalah lambang kesucian, sehingga bunga yang baik sebagai sarana persembahyangan dan persembahan diusahakan bunga seperti berikut :
Bunga (kembang; sekar; puspa) yang digunakan sebagai sarana muspa dalam sembahyang dan upacara yadnya disebutkan adalah lambang kesucian, sehingga bunga yang baik sebagai sarana persembahyangan dan persembahan diusahakan bunga seperti berikut :
- Segar,
- Bersih, dan
- Harum sebagai simbol ketenangan pikiran.
Namun sebagaimana juga dijelaskan dalam kutipan artikel kramaning sembah dalam parisada, ada beberapa bunga yang tidak baik untuk sembahyang.
Menurut Agastyaparwa, bunga-bunga tersebut seperti berikut:
Nihan Ikang kembang yogya pujakena ring bhatara:
- kembang uleran,
- kembang ruru tan inunduh,
- kembang laywan,
- laywan ngaranya alewas mekar,
- kembang munggah ring sema,
- Nahan talwir ning kembang tan yogya pujakena de nika sang satwika.
Artinya: Inilah bunga yang tidak patut dipersembahkan kepada Bhatara,
- bunga yang berulat,
- bunga yang gugur tanpa digoncang,
- bunga-bunga yang berisi semut,
- bunga yang layu, yaitu bunga yang lewat masa mekarnya, dan
- bunga yang tumbuh di kuburan.
Itulah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan oleh orang yang baik-baik yang juga dalam penjelasan lontarlainnya disebutkan sebagai berikut :
- Dalam Lontar Kunti Yadnya, Bunga Mitir dinyatakan tidak patut dipersembahkan sebagai sarana upacara Dewa Yadnya.
- Sedangkan Bunga jempiring alit (atau tulud nyuh) dan Salikanta tidak baik digunakan sebagai sarana pemujaan ... termuat dalam Lontar Yanantaka yang berisi wejangan dari Dewa Siwa.
Sebagai tambahan, untuk Mantram Penyucian Bunga, disebutkan : "Om puspa dantà ya namah swà ha", artinya: Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang dan suci.
Dalam pengembangan aspek relegi pertamanan tradisional Bali, dijelaskan beberapa jenis bunga yang baik dipakai dalam persembahyangan sesuai dengan warna dari masing-masing Dewa yang disesuaikan dengan warna bunga yang dipilih sesuai dengan Asta Dala dan baunya harum seperti :
Dalam pengembangan aspek relegi pertamanan tradisional Bali, dijelaskan beberapa jenis bunga yang baik dipakai dalam persembahyangan sesuai dengan warna dari masing-masing Dewa yang disesuaikan dengan warna bunga yang dipilih sesuai dengan Asta Dala dan baunya harum seperti :
- Dewa Wisnu : bunga kenanga atau teleng,
- Dewa Brahma : bunga mawar merah, teratai biru, bunga soka, kenyeri, kembang kertas merah,
- Dewa Iswara : bunga teratai putih, jepun atau kamboja petak (putih), cempaka putih.
- Dewa Mahadewa : bunga teratai kuning, cempaka kuning, kembang kuning atau alamanda.
- Dahulu, dengan sarana sekuntum bunga Sumanasa dalam kisah perjalanannya ke gunung panca giri, kelak Harini akan kembali menjadi Apsari
- Bunga tunjung dalam Lontar Dasa Nama juga disebut dengan Raja Kusuma yang artinya rajanya semua bunga karena tumbuhan ini hidup di tiga alam yaitu : tanah, air, dan udara sebagai simbol Triloka Stana Tuhan Yang Maha Esa.
- Bunga yang digunakan sebagai penebusan atma sang lina, penggunaanya dapat disesuikan dengan lontar wariga gemet sebagai perantara bagi manusia untuk memohon rahmat Hyang Widhi yang Maha Kuasa.
- Bunga Kasna, yang di balik keindahannya juga tersimpan sebuah mitos.
- Bungan sandat yang biasanya digunakan pada canang sari.
***