Lontar Sundarigama

Lontar Sundarigama adalah lontar yang bersifat filosofis-religius karena mendeskripsikan norma - norma, gagasan, perilaku, dan tindakan keagamaan, serta jenis-jenis sesajen persembahan atau yadnya yang patut dibuat pada saat merayakan hari-hari suci umat Hindu Bali, mengajarkan kepada umatnya untuk berpegang kepada hari-hari suci berdasarkan,
  • wewaran sebagai hari yang baik menurut perhitungan larikh Bali.
  • wuku, dan 
  • sasih yang dilaksanakan setahun sekali.
Dengan mempergunakan benda-benda suci / yang disucikan seperti dengan api, air, kembang, bebantenan disertai kesucian pikiran terutama dalam mencapai tujuan yang bahagia lahir bathin (moksartam jagadhita) berdasarkan agama yang dianutnya.

Teks Sundarigama merupakan penuntun dan pedoman tentang tata cara perayaan hari raya suci Hindu yang meliputi aspek
Lontar Sundarigama dengan teks asli berbahasa kawi, yang disebutkan termasuk kedalam lontar kemoksan dan tidak hanya mendeskripsikan hari-hari suci menurut perhitungan bulan (purnama atau tilem) atau pun pawukon serta jenis-jenis upakara yang patut dibuat umat Hindu pada saat merayakan hari-hari suci tersebut, tetapi juga menjelaskan tujuan bahkan makna perayaan hari-hari suci tersebut. 

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dan makna perayaan hari-hari suci umat Hindu menurut Lontar Sundari gama adalah menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia yaitu :
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa umat Hindu Bali melakukan upacara agama adalah dari dan untuk keselamatan alam semesta beserta seluruh isinya.

Sebagai tambahan, ada beberapa sloka yang disebutkan dalam Lontar Sundarigama ini yaitu :
  • Soma ribek, dirayakan pada soma Pon Sinta.
  • Sugihan Jawa dalam lontar ini dijelaskan sebagai hari pasucian dewa kalinggania pamrastista batara kabeh yang bermakna menyucikan bhuana agung di luar dari manusia.
  • Berkaitan dengan sejarah hari raya Galungan dan Kuningan oleh kadek elda, ada disebutkan bahwa :
    • Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep.
    • Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan ber-satunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran. Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang.
  • Pada purnama sasih kapat (oktober), pada saatnya bulan penuh ini maka beryogalah Bhatara Paramecwara, Sang Hyang Purusangkara, (setahun untuk Hyang Widhi sebagai Mahadewa dan Maha Purusa), manunggal dengan Bhatari (mewujudkan wisesa Nya), diikuti oleh golongan dewa semuanya sepatutnyalah orang-orang suci para sulinggih baik pandita dan pinandita, melakukan puja stuti dengan memakai tanda / busana sebagaimana mestinya, dan bersiap-siap melakukan puja bakti kehadapan Sang Hyang Candra. Demikian pula disebutkan sembah bhakti kepada Hyang Kawitan dengan mengaturkan bebanten serba suci.
  • Wariga Gemet dalam Lontar Sundarigama sebagai tuntunan pelaksanaan upacara yadnya bagi umat manusia untuk memohon rahmat Hyang Widhi yang Maha Kuasa : Çundarigama ini diturunkan didunia dan diberikan kepada manusia untuk dapat menikmati kebahagiaan keutamaan. 
  • Persembahan Grahana yadnya dengan Canang wangi-wangi dll
  • Saat Bhatara Kala memuncak waktu dina Kala Paksa
    • Sewajarnyalah orang-orang disebutkan melakukan pembatasan, (secara simbolis), dengan menggoreskan kapur, tepat pada dadanya (tapak dara). 
    • Dalam upacara Mapag Kala, Pandan medui misi colek pamor tapak dara to madan sesuwuk.
Untuk paiketan keturunan dan keluarga, dalam Lontar Sundarigama ini sebagaimana disebutkan blog post pura panti | Paduarsana, Bhagawan Manohari, beliau beraliran Siwa mendapatkan tugas dari Sri Gondarapati, memelihara dengan baik Sad Kahyangan kecil, sedang dan besar, sebagai kewajiban semua orang. 
  • Setiap 40 pekarangan rumah(keluarga) disabdakan mendirikan panti
    • adapun setengah dari jumlah tersebut (20 keluarga) agar mendirikan Palinggih Ibu, 
    • kecilnya 10 pekarangan keluarga mendirikan palinggih Pratiwi (Pertiwi) dan setiap keluarga mendirikan Palinggih Kamulan (sanggah/merajan).
  • Dalam salah satu kutipan lontar ini, ada disebutkan sebagai berikut :
    “Muah ana we utama parersikan nira Sanghyang Rwa Bhineda, makadi, sanghyang surya candra, atita tunggal we ika Purnama mwang Tilem. Yan Purnama Sanghyang Wulan ayoga, yan ring Tilem Sanghyang Surya ayoga ring sumana ika, para purahita kabeh tekeng wang sakawangannga sayogya ahening-hening jnana, ngaturang wangi-wangi, canang biasa ring sarwa Dewa pala keuannya rin Sanggar, Parhyangan, matirtha gocara puspa wangi”.
    .............. Bertepatan dengan saat Sanghyang Surya beryoga memohonkan keselamatan dunia kehadapan Hyang Widhi Wasa. Pada hari suci purnama yang demikian itu sudah seyogyanya para rohaniawan dan semua umat manusia menyucikan dirinya lahir bathin dengan melakukan upacara persembahyangan di Sanggar-sanggar atau Parhyangan-parhyangan dan menghaturkan yadnya kehadapan Hyang Widhi. 
Prinsip-Prinsip pokok Hari Suci Keagamaan dalam lontar ini disebutkan :
Iki Kadrstyaning pakrittigama lumaksakna ling ira Sang Hyang Suksma Licin, ri sawateking purohita kabek, maka drstaning praja mandhala, wnang warah-warah kramanya ri sira kawisesang rat, wnang kalaksanan dening wwang sapraja mandhala kabeh, nimittaning drsta prajanira sri haji, tkeng kajagatanika, apan parikramaning dahat suksma uttama, iki tinarimapuja gamanya de watek dewata kabeh, wiyoga dera Sang Hyang Tiga Wisesa, Brahma Wisnu Iswara pinuja dening watek maharsing langit, winastu de ra Sanghyang Siwa Dharma, andhyata kalinganya nahanta ling bhatara. Om ranak sira purohita makabehan siwa soghata, rengen warahkwa ri kitanaku, an linging aji sundhari gama.
Artinya :
Inilah kebiasaan pada hari-hari suci tertentu akan melaksanakan upacara keagamaan, sabda beliau Sang Hyang Suksma Licin, kepada Para Purohita, demi untuk kesejahteraan jagat raya, agar disampaikan sabda peraturan-peraturan-Nya kepada beliau yang memegang tampuk pemerintahan didunia, harus dilaksanakan oleh semua orang yang ada dibawah kekuasaannya supaya aman wilayah sang raja, sehingga mencapai masyarakat makmur sejahtera, karena melaksanakan hal-hal yang utama. Ini semua diterima oleh para dewa, demikian pula oleh Sanghyang Tiga Wisesa, Brahma Wisnu Iswara yang juga diutus oleh Sang Hyang Widhi Wasa (Siwa) untuk melaksanakan dharma; demikian perintah-Ku sabda Bhatara, Om putra-putraku semua purohita Siwa Sogata (orang-orang suci Siwa dan Budha) dengarlah sabdaku, begitu tersebut dalam sastra Sundhari Gama.
***