Upakara

Upakara adalah hasil karya manuias sebagai wujud persembahan yang berasal dari kata upa+kara;
  • upa”, yang artinya perantara  (jalaran),  
  • kara”, artinya sembah sebagai hasil karya tangan manusia.
Upakara sebagai bentuk pelayanan dengan ramah diwujudkan yang dengan banten yang dalam ajaran Siddhanta disebutkan upakara termasuk Yajna atau persembahan suci.
Dan sebagai perbuatan yang sangat mulia untuk dapat belajar membuat upakara hendaknya juga terlebih dahulu dapat menyucikan laksana agar tingkat kesucian upakara yang dibuat tersebut dapat dipertahankan.
Sebagai sarana perantara untuk persembahan dan bhakti umat Hindu kepada Sang Hyang Widhi dan manifestasinya sehingga di Bali, ucapan upakara sebagai sarana perantara yang lebih mentradisi dengan sebutan ”yadnya (banten)” dengan tetandingan banten yang memiliki nilai religius tinggi.

Upakara yang sebagaimana juga disebutkan dalam acara agama umat Hindu ;
Di Jawa upakara  bisa disebut sesaji yang artinya sesuatu yang disajikan atau dihidangkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Namun demikian dengan adanya keterbatasan kemampuan umat Hindu yang bermacam-macam seperti halnya :
  • ada yang hanya hanya mampu melakukan pekerjaan dimana akan mengambil jalan Karma Yoga, 
  • ada yang mampu dengan melaksanakan persembahyangan, 
  • ada  yang memiliki kekuatan jnana yoga yang tinggi, 
  • juga ada yang lebih dari itu mampu menjalani marga sampai tingkat Raja Yoga.
  • dll

Sehingga dari uraian singkat diatas menunjukkan bahwa  sebetulnya dengan adanya upakara  sebagai perantara atau sesuatu yang disajikan kepada Hyang Widhi akan mendidik umat agar selalu ingat kepada-Nya.

Maka dari itu suatu wujud bebanten (tetandingan banten) dalam upakara disebutkan terdiri dari tiga kelompok, yaitu;
  1. Kelompok Banten Pangresikan, Pabresihan atau penyucian
  2. Banten ayaban atau persembahan
  3. Kelompok banten sebagai pengharapan
Karena selain diri kita sendiri, alam semesta ini juga berada dalam pengaruh vibrasi energi kosmik yang bersifat tri guna, sehingga manusia patut melaksanakan upacara Panca Yadnya.

Oleh karena itu sarana kelengkapan upakara dalam aspek relegi pertamanan tradisional di Bali, sarana upakara terdiri dari air, daun, bunga, buah dan api. Selain unsur api dan air yang selebihnya merupakan unsur tanaman.
Dalam siwa siddhanta sebagaimana juga disebutkan upakara yadnya merupakan pelayanan dengan ramah diwujudkan dengan banten. Upakara termasuk Yajna atau persembahan suci. Baik sembahyang maupun persembahan Yajna memerlukan tempat pemujaan. Pemangku, Balian Sonteng dan Sulinggih mengantarkan persembahan umat kepada Tuhan dengan saa, mantra dan puja. Padewasan dan rerainan memengang peranan penting, yang mana pada semua ini ajaran sradha kepada Tuhan akan selalu tampak terwujud.
Misalnya saat Bhatara Siwa sebagai Dewata Nawa Sanga diwujudkan dalam banten caru, beliau disimbulkan pada banten Bagia Pula Kerti, beliau dipuja pada puja Asta Mahabhaya, Nawa Ratna dan pada kidung belia dipuja pada kidung Aji Kembang.
  • Bhatara Siwa sebagai Panca Dewata dipuja dalam berbagai Puja, 
  • Mantra dan saa, ditulis dalam aksara suci pada rerajahan 
  • dan juga disimbulkan pada alat upacara serta aspek kehidupan beragama lainnya.
Demikian disebutkan beberapa hal tentang pengertian upakara sebagai sarana perantara sembah bhakti umat Hindu Dharma kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Tradisi yang berkaitan dengan upakara ini, di Bali disebutkan sebagai berikut :