Siddhanta artinya akhir dari sesuatu yang telah dicapai yang maksudnya adalah sebuah kesimpulan dari ajaran yang sudah mapan, sebagaimana disebutkan dalam artikel Agama Hindu tentang Siwa Siddhanta yang didalamnya kita temukan ajaran Weda, Upanisad, Dharmasastra, Darsana (terutama Samkya Yoga), Purana dan Tantra.
Ajaran dari sumber - sumber tersebut berpadu dalam ajaran Tattwa yang menjadi jiwa atau intisari Agama Hindu di Bali.
Dalam realisasinya, tata pelaksanaan kehidupan umat beragama di Bali juga menampakkan perpaduan dari unsur - unsur kepercayaan nenek moyang. Wariga, Rerainan (hari raya) dan Upakara sebagian besarnya merupakan warisan nenek moyang.
Warisan ini telah demikian berpadu serasi dengan ajaran Agama Hindu sehingga merupakan sebuah satu kesatuan yang bulat dan utuh.
Dengan demikian, Agama Hindu di Bali mempunyai sifat yang khas sesuai dengan kebutuhan rohani orang Bali dari jaman dahulu hingga sekarang.
Di masa sekarang ini, warisan Agama yang adhiluhung tersebut perlu kita jaga, rawat dan menyempurnakan pemahaman kita sehingga tetap bisa memenuhi kebutuhan jiwa keagamaan umatnya.
Siwa Siddhanta dalam pelaksanaannya di Bali terdapat relasi antara manusia dengan Tuhan. Relasi ini diwujudkan dalam bentuk bakti sebagai wujud Prawrtti Marga ("jalan perbuatan"; Bhagawad Gita III.14)
Tuhan dipuja sebagai saksi agung untuk semua perbuatan manusia di dunia ini.
Tuhan yang memberikan berkah dan hukuman kepada semua mahluk.
Di Bali, bhakti kepada Tuhan direalisasikan dalam berbagai bentuk. Untuk orang kebanyakan, bhakti diwujudkan dengan sembahyang yang diiringi dengan upakara.
Upakara artinya pelayanan dengan ramah diwujudkan dengan banten. Upakara termasuk Yajna atau persembahan suci.
Baik sembahyang maupun persembahan,
Yajna memerlukan tempat pemujaan. Pemangku, Balian Sonteng dan Sulinggih untuk dapat mengantarkan persembahan umat kepada Tuhan dengan saa, mantra dan puja.
Padewasan dan rerainan memengang peranan penting, yang mana pada semua ini ajaran sradha kepada Tuhan akan selalu tampak terwujud.
Demikian juga misalnya saat Bhatara Siwa sebagai Dewata Nawa Sanga diwujudkan dalam banten caru, beliau disimbulkan pada Banten Bagia Pula Kerti,
Beliau dipuja pada puja Asta Mahabhaya, Nawa Ratna dan pada kidung beliau dipuja pada kidung Aji Kembang.
Bhatara Siwa sebagai Panca Dewata dipuja dalam berbagai Puja, Mantra dan saa,
ditulis dalam aksara pada rerajahan dan juga disimbulkan pada alat upacara serta aspek kehidupan beragama lainnya.
Praktek – praktek ritual dari Saiwa Siddhanta dengan warna Tantrik dapat kita lihat dari ritual para Pendeta atau sulinggih di Bali seperti dalam pelaksanaan Suryasevana dengan patangan atau mudra serta mantra – mantra ( Stuti dan Stava ) dengan kuta mantra-Nya dan lain – lain.
***