Sebagai perbuatan yang sangat mulia untuk dapat belajar membuat upakara disebutkan juga harus didasarkan oleh keikhlasan hati, serta menepati sesana (ethika) dalam pelaksanaan upakara tersebut seperti dalam etnosains daksina disebutkan dalam membuat upakara :
- Hendaknya memiliki rasa ikhlas dan rasa bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi;
- Pada waktu akan membuat upakara hendaknya membersihkan diri terlebih dahulu atau menyucikan laksana agar tingkat dan kesucian upakara dapat dipertahankan;
- Pada saat mulai membuat upakara harus dalam keaadaan rapi, terutama rambut harus disisir dan diikat agar rambut pembuat banten tidak jatuh dan menyebabkan cuntaka seperti halnya :
- Seorang perempuan membuat upakara tidak boleh dalam keadaan datang bulan, karena dapat mengakibatkan kecuntakan terhadap upakara tersebut;
- Saat sedang membuat tetandingan atau merangkai hindarkan dari anak-anak jangan sampai upakara dirusak karena tapak rare ini dapat pula disebutkan menyebabkan kecuntakan;
- Seorang umat atau tukang / sarati banten saat metetuasan (dalam membuat reringgitan) posisi duduk tidak boleh metajuh masuku tunggal karena merupakan sikap drati krama ("bagian dari Sad Atatayi" atau menyimpang dengan perbuatan subha karma) yang dapat menyebabkan kecuntakan;
- Dan apabila umat akan membuat upakara harus ngadegan dewan tukang dengan sebutan Sang Hyang Tapeni ("Bhatari Uma Dewi"; Tutur Tapeni) senistanya berupa banten tetukon (seperti halnya dalam merajah kajang),
***