Saṇdhya

Saṇdhyā berasal dari kata sandhi yaitu pemujaan yang dilakukan pada setiap pertemuan waktu, artinya doa / mantra dan pemujaannya dipersembahkan kepada Tuhan pada pertemuan waktu (sandhi);
  • Malam hari dengan pagi hari;
  • Pagi hari dengan tengah hari.
  • Dan sandhi kala yaitu pertemuan antara sore hari dengan malam hari.
Seperti halnya :
Saṇdhyŏpāsanā dalam tetikesan puja mantra juga disebutkan harus dilakukan pada saat Saṇdhya yang tepat, agar mendapat manfaat yang sebesar-besarnya berupa Brahma Teja (Pencerahan Brahman); 
Karena pada tiap-tiap Saṇdhya itu terdapat perwujudan kekuatan khusus yang akan lenyap apabila Saṇdhya tersebut berlalu. 
Kekuatan-kekuatan khusus tersebut dapat memotong rantai saṁsara masa lalu dan mengubah seluruh situasi masa lalu seseorang, serta memberikan kemurnian dan keberhasilan setiap usaha, dan menjadikannya penuh daya serta ketenangan

Pelaksanannya Saṇdhya mutlak diperlukan bagi seseorang yang menelusuri jalan kebenaran, karena pelaksanaan Saṇdhya merupakan kombinasi dari 
  • Japa Upāsana | Dalam kitab Suci Weda disebut dengan Upasana (duduk dekat Tuhan) dimana ritual dilakukan tidak dapat dipisahkan dengan susila dan tatwa atau etika dan filsafat didalamnya.
  • Svadhyāya | Dimana dalam catur guru disebutkan kita wajib selalu hormat dan bhakti kepada Sang Hyang Widhi.
  • MeditasiUntuk mendapatkan ketenangan hati dan kedamaian pikiran.
  • Konsentrasi, 
  • Āsana |  Memusatkan pikiran yang biasanya dilakukan baik dalam pemujaan, sembahyang, yoga dll.
  • Praṇāyāma | Suci dan tiada noda untuk membersihkan pikiran yang dilakukan sebelum melakukan mantra puja astawa.
  • Dan lain sebagainya. 
Pelaksanaan Saṇdhyŏpāsanā bersifat wajib, perlu dipelajari tata tertib pelaksanaannya agar memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya; karena kalau tidak dilaksanakan akan menimbulkan pratyavaya doṣa atau doda karena lalai, dan jelas akan kehilangan Brahmma Teja atau kecemerlangan spiritual

Demikian juga disebutkan dalam referensi bacaan: Chandogya Upaniṣad II.24, I.24, III.16, I.7; Brahma Upaniṣad; Maitreya Upaniṣad II.13-14; Jabalŏpaniṣad. 12,13, dan sebagainya.

Dengan adanya hubungan antara waktu (kala) yaitu pertemuan antara waktu malam dengan pagi, antara waktu pagi dengan siang dan antara waktu siang dengan malam. 

Maka 3 waktu Tri Sandya Pagi hari disaat matahari terbit disebut “Brahma Muhurta” bertujuan menguatkan “Guna Sattvam” menempuh kehidupan dari pagi hingga siang hari. Siang hari sebelum jam 12 sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “Guna Rajas” agar tidak menjurus ke hal-hal negatif. Sore hari sebelum matahari tenggelam sembahyang bertujuan untuk mengendalikan “Guna Tamas” yaitu sifat-sifat bodoh dan malas.

Inilah disebutkan kewajiban kita yang pertama dalam perjuangan mendekatkan diri dengan Tuhan. sebagaimana manfaat melakukan puja tri sandya dalam Hindu;

Dan harus diyakini bahwa Tuhan adalah Maha Sempuma. 
Maka untuk mencapai-Nya kita harus mendasari diri dengan kepercayaan yang sempurna pula. 
Bila tidak, maka kekuatan yang mengikat kita dengan Tuhan tidak dapat berkembang. 

Kita harus memiliki bhakti (cinta kasih) kepada Tuhan secara sungguh-sungguh agar kita dianugrahi asih-Nya. Keragu-raguan, hanyalah akan merusak azas hubungan asih dan bhakti serta menjauhkan kita dari Tuhan.
.
Mendekat atau duduk dekat dengan Tuhan disebut upasana atau upasthana. Tetapi jangan keliru, sebab duduk dekat atau berdekatan saja tidak cukup. 
Katak duduk dekat dengan bunga teratai tetapi tak bisa menikmati manisnya madu bunga teratai. Hanya merasa dekat saja tak ada gunanya, apabila tidak ada bhakti menyertainya.
.
Sama halnya saat bersembahyang, boleh saja kita duduk dekat sekali dengan Padmasana. Akan tetapi apabila tak ada rasa bhakti yang mendalam, kedekatan fisik itu tidak berarti apa­-apa bagi kemajuan hidup rohani kita. Jadi bersamaan dengan dekatnya phisik harus disertai dengan dekatnya bathin kita kepada Tuhan.
.
Untuk lebih mengerti makna dekat dan bhakti pada Tuhan menarik untuk disimak contoh pembanding dalam kehidupan sehari-hari berikut.
.
Kalau kita bergerak ke arah matahari, maka bayangan akan berada di belakang dan mengikuti kita. Tetapi kalau kita bergerak sebaliknya maka bayangan akan jatuh di depan kita. Begitulah halnya apabila kita menghadap Tuhan, segala kegelapan alam akan ada di belakang mengikuti kita. Tetapi kalau kita membelakangi Tuhan maka kegelapan, kebodohan, yang menuntun jalan hidup kita.
.
Hal penting yang dapat kita simpulkan dari dari contoh-contoh di atas adalah bahwa dalam setiap keadaan suatu sifat bisa bergeser dan digantikan oleh sifat yang lain. Begitulah kalau kita dekat dan bhakti kepada Tuhan, sifat buruk yang ada pada diri kita akan hapus dan berganti dengan sifat-sifat ketuhanan.
.
Dalam Bhagavadgita (BG), II.45 disebutkan agar kita dapat membebaskan diri dari Tri Guna, juga dari dualisme dengan memusatkan pikiran kepada kesucian dan melepaskan diri dari ikatan duniawi sehingga bisa bersatu dengan Atman.
.
Disitu dengan tegas tersirat bahwa kita harus membebaskan diri dari pengarnh sattwa, rajas, tamas dan pengaruh sifat ganda yaitu susah dan senang, puji dan maki dengan cara memusatkan pikiran kepada kesucian (Tuhan, Ida Sanghyang Widhi Wasa).
***