Metatah

Metatah atau "Mesangih" atau "Mepandes" adalah upacara potong gigi yang bermakna untuk menemukan hakekat manusia sejati yang terlepas dari belenggu kegelapan dari pengaruh Sad Ripu dalam diri manusia.
Istilah metatah ini dihubungkan dengan suatu tata cara pelaksanaan upacara potong gigi yaitu kedua taring atas dan empat gigi seri pada rahang atas dipahat tiga kali secara simbolis sebelum pengasahan (perataan) giginya dilakukan lebih lanjut. Rupa – rupanya dari hal itulah muncul istilah matatah.
Potong gigi yang merupakan bagian dari manusa yadnya sebagai simbolis dilakukan pada orang yang sudah menginjak dewasa sebagaimana disebutkan dalam ringkasan upacara yadnya, semua itu bisa dilihat dari perubahan fisik dari orang yang bersangkutan.
  • Pada wanita dapat dilakukan setelah mendapatkan menstruasi yang pertama, 
  • dan untuk pria biasanya setelah mengalami perubahan suara.
Itu tidak berarti bahwa upacara ini harus dilakukan setelah perubahan tadi, tetapi mereka juga akan melihat faktor yang lain seperti hari baik atau dewasa ayu dan yang paling pentingfinansialnya.
Pada umumnya masyarakat di Bali akan melakukan upacara ini setelah anak bungsunya menginjak dewasa. Jadi mereka dapat melakukannya besama-sama dengan semua anak-anaknya.
Tujuan dari upacara ini secara hindu dipercayai untuk meminimalkan sifat negatif dari orang yang bersangkutan,
  • bukan berarti bahwa setelah upacara ini dilakukan orang itu akan menjadi baik. 
  • Akan kembali lagi kepada pribadi masing-masing.
Gigi yang akan dipotong yaitu gigi depan atas berjumlah 6 buah, mulai dari gigi taring, dimana gigi taring merupakan simbol dari ketamakan/kerakusan.
Upacara metatah ini biasanya dapat dirangkaikan dengan upacara ngaben atau pernikahan (pawiwahan) yang dilakukan oleh pendeta / sulinggih.
Lebih lanjut tentang metatah ini dijelaskan dalam beberapa lontar tentang upacara agama hindu seperti : Lontar Dharma Kahuripan, Ekapratama, dan lontar Puja Kalapati, upacara potong gigi disebut “ atatah”.

Sampai kini ada tiga istilah di Bali yang lazimnya digunakan untuk menyebut Upacara Potong Gigi ;
  • “Matatah”, “mepandas”, “mesangih”. Kata “ atatah” berarti pahat. Istilah metatah ini dihubungkan dengan suatu tata cara pelaksanaan upacara potong gigi yaitu kedua taring atas dan empat gigi seri pada rahang atas dipahat tiga kali secara simbolis sebelum pengasahan (perataan) giginya dilakukan lebih lanjut. Rupa – rupanya dari hal itulah muncul istilah matatah.
  • “Mesangih”, rupa –rupanya dimunculkan dari pada mengasah gigi seri dan taring atas dengan pengasah yaitu kikir dan sangihan – pengilap, sehingga gigi seri dan taring menjadi rata dan mengkilap. Kata mesangih dalam bahasa Bali biasa dan Bali halusnya disebut Mepandes. Maka dari itulah muncul tiga istilah upacara potong gigi di Bali.

Upacara ini juga disebutkan mengandung pengertian yang dalam bagi kehidupan umat Hindu yaitu :
  • Pergantian prilaku untuk menjadi manusia sejati yang telah dapat mengendalikan diri dari godaan pengaruh sadripu.
  • Memenuhi kewajiban orang tuanya pada anaknya untuk menemukan hakekat manusia yang sejati
  • Untuk bertemu kembali di Sorga (swah loka) antara anak dengan orang tuanya setelah sama – sama meninggal dunia.

Dari pengertian ini dapatlah, bahwa upacara potong gigi adalah suatu upacara penting dalam kehidupan umat Hindu, karena bermakna menghilangkan kotoran diri (nyupat) sehingga menemukan hakekat manusia sejati dan terlepas dari belenggu kegelapan dari pengaruh Sad Ripu dalam diri manusia.

Lontar Atmaprasangsa menyebutkan bahwa,
apabila tidak melakukan upacara potong gigi maka rohnya akan mendapat hukuman dari betara Yamadipati di dalam neraka (Kawah Candragomuka ) yaitu mengigit pangkal bambu petung. Terlaksananya upacara ini merupakan kewajiban orang tua terhadap anaknya, sehingga anaknya menjadi manusia sejati yang di sebut dengan Dharmaning Darma-Rena Ring Putra.

Maka itulah orang tua di kalangan umat Hindu berusaha semasa hidupnya menunaikan kewajiban terhadap anaknya dengan melaksanakan upacara potong gigi. Guna membalas jasa Orang tuanya maka anak berkewajiban upacara Pitra Yadnya atau Ngaben saat orang tuanya meninggal dunia, sesuai dengan Dharmaning Putra Ring Rama Rena. Berbakti kepada orang tuanya sesuai ajara Putra Sesana.

# Tujuan Upacara Potong Gigi
  • Menghilangkan kotoran diri dalam wujud kala, bhuta, pisaca dan raksasa dalam arti jiwa dan raga diliputi oleh watak Sad Ripu sehingga dapat menemukan hakekat manusia yang sejati.
  • Untuk dapat bertemu kembali dengan bapa dan ibu yang telah berwujud suci.
  • Untuk menghindari hukuman didalam neraka nanti yang dijatuhkan oleh Bhatara Yamadipati berupa mengigit pangkal bambu petung.
  • Memenuhi kewajiban orang tua kepada anaknya untuk menjadi manusia yang sejati.

# TATACARA PELAKSANAAN

Berdasarkan ketentuan dalam lontar Dharma Kahuripan dan lontar Puja Kalapati, bahwa tahapan upacara potong gigi disebutkan sebagai berikut :
  • Magumi padangan, Upacara ini juga di sebut mesakapan kepawon dan dilaksanakan di dapur.
  • Nekeb, Upacara ini dilakukan di meten atau di gedong
  • Mabyakala, Ini dilakukan di halaman rumah di depan meten atau gedong.
  • Ke Merajan, atau tempat suci di dalam rumah. Urut – urutan upacara di merajan yaitu : Mohon penugrahan kepada Bhatara Hyang Guru, Menyembah Ibu dan Bapak, Ngayab caru ayam putih, Mohon tirtha (air suci) kepada Bhatara Hyang Guru, Ngerajah gigi (Menulis gigi dengan wijaksara) dan Di pahat taringnya secara tiga kali.
Menuju ketempat potong gigi, Urut – urutan upacaranya :
  • Sembahyang kepada Bhatara Surya dan kepada Bhatara Sang Hyang Semara Ratih dan mohon tirtha kepada beliau berdua. 
  • Ngayab banten pengawak di bale dangin
  • Metatah atau memotong / mengasah dua buah taring dan empat buah gigi seri pada rahang atas dan Turun dari tempat potong gigi, jalannya ke hilir dengan menginjak banten paningkeb.
Kembali ke meten / gedong tempat ngekeb. Bila ingin berganti pakaian, sekarang bias dilakukan mejaya – jaya di merajan. Urutan upacaranya :
***