Wanita

Wanita berasal dari bahasa sansekerta yaitu dari asal kata ''van'' artinya :
To be love (yang dikasihi);
Dan disebut Luh Luwih yang berhati mulia.
Dalam masyarakat Bali yang mayoritas Hindu, nilai-nilai ajaran yang luhur menata sikap hidup masyarakat, wanita Hindu khususnya di Bali seperti halnya dalam hal melakukan persembahangan;
  • Pada umumnya seorang wanita Bali dengan ciri khas menggunakan kebaya sebagai busana adat Bali seperti wanita nusantara pada umumnya.
  • Dengan sikap bersimpuh atau metimpuh digunakan untuk dapat membantu membuka sendi-sendi pinggul dan lutut mereka yang sangat bermanfaat besar pada alat reproduksi, sehingga wanita pengguna bajrasana ini menjadi akan menjadi panjang umur, memiliki banyak keturunan dan terhindar dari sakit kewanitaan.

Lebih lanjut, berkaitan dengan pemberian nama, biasanya di Bali seorang wanita dipanggil dengan sapaan akrabnya seperti :
  • "Ni", yang mengawali nama depan namanya (seperti Ni Luh, Ni Made, Ni Komang dll).
  • "Adi", untuk wanita yang lebih kecil.
  • “Mbok” untuk panggilan wanita yang lebih dewasa.
Dalam kekuatan kesuciannya, wanita disebut juga dengan istilah pradana / prakerti yang awalnya disebut dengan swanita;
Dimana pertemuan benihnya yang suci dengan benih purusa akan dapat melahirkan seorang anak manusia agar nantinya terlahir anak suputra yang menjadi dambaan setiap keluarga.
Sebagai Ardanariswari untuk dapat saling melengkapi, Wanita bukanlah merupakan serbitan kecil dari personifikasi lelaki, 
tetapi merupakan suatu bagian yang sama untuk menentukan dalam perwujudan kehidupan yang utuh. 
Keutamaan dari seorang wanita yang dalam bahasa kawi disebutkan sebagai Retna Pradana, yang dalam artikel isi-dps dijelaskan bahwa :

 Seorang wanita utama adalah pribadi yang mampu melaksanakan 
"apa yang menjadi tugas dan kewajibannya sehari-hari"

Karena masyarakat Hindu di Bali yang begitu kental dengan pelaksanaan upacara keagamaan, sehingga kaum wanitanya hendaklah juga terampil dalam membuat sarana upacara dan ulet dalam hal melakukan aktifitas mejejaitan / reringgitan tetandingan banten.

Wanita dalam hukum adat bali, disebutkan perempuan memiliki peran sentral dalam masyarakat. Laki-laki dan perempuan adalah setara, dan harus bersatu dan bekerjasama dengan erat dan ideal sebagai dwi tunggal. Seperti halnya para dewa memiliki pasangannya, 
  • Dewa Brahma dengan Dewi Saraswati, 
  • Dewa Wisnu dengan Dewi Sri, 
  • Dewa Siwa dengan Dewi Durga, 
Tentang kedudukan perempuan, seperti digambarkan dalam Kitab Suci :
  • Manu Smerti menggambarkan status perempuan dan laki-laki adalah sama, perempuan diumpamakan seperti bumi / pertiwi/ tanah dan laki-laki adalah benih atau bibit, antara bumi dan bibit mempunyai kedudukan dan peran yang sama dalam mengarungi bahtera kehidupan yang gambaran tentang peran perempuan sebagai tolak ukur kebahagiaan dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. 
  • Dalam kitab Manawa Dharmasastra, disebutkan dalam beberapa bab :
    • Bab. III. sloka 58 dan 59. 58: “ Bagi setiap keluarga yang tidak menghormati kaum perempuan, niscaya keluarga itu akan hancur lebur berantakan. Rumah di mana perempuannya tidak dihormati sewajarnya, mengungkapkan kutukan, keluarga itu akan hancur seluruhnya, seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib” 59. “Oleh karena itu orang yang ingin sejahtera, harus selalu menghormati perempuan kitab suci mewajibkan semua orang menghormati perempuan”. 
    • Bab. IX, 96: ” Untuk menjadi ibu perempuan diciptakan, dan untuk menjadi ayah laki-laki diciptakan, karena itu upacara pawiwahan ditetapkan dalam Weda yang dilakukan untuk menjadi suami dan istri.
  • Kitab Bhagawad gita Bab I sloka 41,42 yang pada intinya menyatakan keruntuhan moral perempuan akan membawa keruntuhan keluarga serta atman / arwah nenek moyang akan jatuh ke neraka alam bhur loka dan segala yadnya yang dipersembahkannya akan tidak berguna baginya”.
Tanggung jawab perempuan menjadi sangat tinggi dalam memegang teguh moral dan ahklak masyarakat karena perempuan memegang peranan sentral dalam kehidupan dan kebahagiaan bagi keluarganya, masyarakat dan negara.

Dalam pelaksanaan upacara yang khususnya ditujukan kepada seorang wanita, beberapa maknanya disebutkan sebagai berikut,
  • Saat menginjak remaja dilaksanakan dengan upacara menek kelih, yaitu bertujuan untuk memohon kehadapan Hyang Samara Ratih agar diberikan jalan yang baik dan tidak menyesatkan bagi si anak.
  • Dalam upacara pawiwahan yaitu saat pernikahannya disebutkan,
    • Upacara mekala - kalaan dengan simbol - simbol yang digunakan,
      • Kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih, dewa kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita. 
      • Tikeh Dadakan (tikar kecil), diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni). 
***