Sawa

Sawa (Layon; Watang) adalah jenazah (mayat; jasad) orang meninggal dunia yang dengan upacara sawa wedana dilaksanakan bertujuan untuk mengembalikan unsur - unsur panca maha butha yang membentuk lapisan sarira kosha manusia ke alam asalnya.

Proses pengembalian unsur - unsur panca maha bhuta yang dilaksanakan dengan upacara ngaben dalam kutipan artikel Ida Bagus Ngurah Manuaba yang disebutkan pengembalian kelima unsur panca maha butha ini bertujuan untuk : 
  • Memutuskan keterikatan atman dengan badan kasarnya.
  • mempercepat perjalanan atman ke alam Pitra.
Proses inilah yang disebut dengan Ngaben sebagai swadarma agama, kewajiban Pitra Rna ("kepada leluhur"; Tri Rna) bagi keluarga yang ditinggalkan untuk dapat dilaksanakan.

Dengan upacara sawa wedana ini, selain dengan mendem sawa atau dikubur biasanya sawa tersebut dibakar sesuai dengan tingkatan upacara pitra yadnya.

Kenapa sawa itu dikubur atau dibakar?, yang sesuai dengan kutipan beberapa lontar sebagai dasar hukum dan dasar pemikiran kamoksan bagi umat Hindu untuk menjadikan landasan dalam pelaksanaan upacara yang menyebutkan bahwa,
  • Dalam Lontar Tattwa Loka, menyebutkan bahwa 
    • Kalau orang mati ditanam / dikubur pada tanah selamanya tidak diaben sesungguhnya akan menjadi penyakit bumi, kacau sakit merana didunia, menjadi gadgad Bhuta Cuil.
    • Kunang ikang sawa yan tan inupakara atmanya menadi neraka, munggwing tegal penangsaran ... , adapun sawa yang tidak diaben atmanya akan berada di neraka, pada tegal/tanah yang panas, yang penuh dengan pohon maduri reges, terbakar oleh sengattan matahari, menangis tersedu –sedu, memanggil keturunanya anak cucunya yang masih hidup.
  • Dalam lontar puja mamukur disebutkan, 
    • Pretiwi, Apah, Teja, Bayu dan akasa unsur - unsur dari panca maha bhuta dikembalikan pada asalnya.
  • Lontar Tatwa Kepatia, “Muah tingkahhing wong mati mapedem wenang mapengentas wawu mapedem, palannya polih lungguh sang Atma Munggwing Batur Kemulan.
  • Lontar Widhi sastra, “Yan liwat setahun, winastu de Bhatara Yama, Tawulan Wangke ika mawak bhuta, sangsara atma ika.
Beberapa pantangan untuk atiwa – tiwa (menguburkan mayat),
Maksud meletakkan sejumlah uang (kertas bukan kepeng) di atas layon yang akan di abukan oleh beberapa umat Hindu di Fb disebutkan yaitu sebagai simbolis memberikan bekal kepada yang meninggal. Kalau menakar dgn logika empiris ya ga masuk akal. 

Lihatlah lebih dalam, ada rasa iba dan simpati kepada yg meninggal ada harapan agar perjalanan atma lancar mencapai alamnya. 
Uang kertas sebagai barang berharga yg dimiliki maka itu yg dipersembahkan sebagai simbol. Bukan uangnya secara fisik yg akan dibawa oleh sang Atma tapi niat dan ketulusan yg memberikan yg akan menghantarkan sang Atma. 
Akan tetapi kalau berlebihan berakibat tidak baik bagi yang telah meninggal.
Bukannya menjauhkan dari unsur yang mengikat tapi justru menjerumuskan ke hal-hal yg bersifat duniawi sehingga atma yang meninggal semakin tersendat menuju alam sunia yang pada akhirnya cepat punarbawa krn ketertarikannya dg. Benda2 duniawi tersebut.
Sehingga dengan adanya prosesi membuang abu jenazah ke laut setalah dilaksanakannya upacara ngaben bertujuan untuk dapat melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian untuk dapat bersatu dengan Tuhan.
***