Lontar Wratisasana

Lontar Wratisasana ("Vratisasana";"wrati sasana") adalah ajaran wrata yang ditekuni oleh seorang wrati sebagai bagian dari lontar tentang etika dan susila dalam agama hindu.

Naskah tradisional bali "Wratisasana" ini disebutkan merupakan teks kuno yang berbahasa sansekerta yang sarat dengan ajaran tata susila sebagai pedoman ajaran brata dalam wratisasana sebagaimana yang disebutkan dalam artikel parisada hindu dharma Indonesia, ajaran brata dalam wratisasana ini yang inti ajarannya mengajarkan tentang brata atau janji hidup bagi umat Hindu yang menjalankan ajaran agama Hindu untuk tercapainya tingkat kesempurnaan berupa kesempurnaan moralitas serta etika hidup yang mapan. 

Dalam naskah ini secara jelas diajarkan mengenai ajaran panca yama brata, panca niyama brata, serta ajaran etika yang lainnya yang wajib ditaati oleh segenap umat Hindu Dharma

Bila direnungkan secara lebih seksama bahwa ajaran mengenai tata susila yang sangat penting untuk dapat menjaga diri, mengendalikan diri menasehati diri,
serta untuk menahan diri dari berbagai tantangan, hambatan, gangguan, maupun masalah hidup dan kehidupan antara perseorangan dengan yang lainnya dalam semangat kebersamaan paras paros di masyarakat. 
Naskah Wratisasana juga disebutkan sangat bermanfaat bagi kehidupan berguru, aguron - guron atau dalam menimba ilmu pengetahuan suci bagi para siswa dan mahasiswa dalam semua jenjang pendidikan dewasa ini, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah / kampus, maupun dalam pendidikan nonformal dalam masyarakat.

Sesuai ajaran Hindu dalam lontar Wratisasana tersebut, dalam beberapa hal disebutkan,
  • Membunuh binatang juga dapat dibenarkan apabila untuk keperluan yajna berupa caru, pitra puja, atithi puja, untuk menegakkan dharma, dan dalam pelaksanaan yoga
  • Seorang brahmacari ditekankan tentang ketekunan belajar dari awal sampai masa tua sesuai dengan ketentuan.
  • Hidup berguru dituntut untuk berlaku suci atau sudha secara lahir dan batin yang jauh dari segala perilaku pataka, papa, dosa, kasmala, dan asucih. 
  • Diusahakan untuk dapat hidup sederhana, tidak mewah, tidak hura-hura, dan berlaku yang ringan dalam kehidupan.
  • Tidak dibenarkan untuk lalai, terutama dalam memuja Bhatara Siva (sivarcana), 
  • Gemar belajar (adhyaya), mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan (adhyapaka), rajin belajar (swadhaya), rajin berpantang dan upawasa (brata), tekun memusatkan pikiran (dhyana), dan rajin menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (yoga) seperti seorang brahmana
Begitu pula halnya bagi seorang guru pengajian atau wiku atau wrati juga diajarkan untuk berhati-hati terhadap para siswanya oleh karena para siswa itu perlu diberikan aturan-aturan untuk meningkatkan disiplin dirinya serta memantapkan semangat belajarnya. 
***