Bhisma

Bhisma adalah putra dari Raja Santanu dengan Dewi Gangga yang semasih kecil dalam Adiparwa disebutkan beliau juga dikenal dengan nama Dewabrata yang memiliki sikap patriotisme pada negaranya.

Bhisma adalah guru yang berpihak pada Korawa.
Ia disebutkan adalah simbol pembenaran -pembenaran yang berpihak dan selalu memenangkan ego negatif (Korawa) dalam diri. Sehingga seakan ego negatif adalah pihak yang benar.

Sebagai kakek dalam Bhismaparwa diceritakan bahwa 

Bisma mempunyai sebuah kesaktian bahwa ia bisa meninggal dunia pada waktu yang ditentukan sendiri. Lalu ia memilih untuk tetap tidur terbentang saja pada “tempat tidur panahnya” (saratalpa) sampai perang Bharatayuddha selesai. 
Bisma terkena panah banyak sekali sampai ia terjatuh tetapi tubuhnya tidak menyentuh tanah, hanya ujung-ujung panahnya saja.
Menjadi seorang Rsi, Bhisma sebagai Bhatara (pelindung) sekaligus seorang pemimpin baik dalam bidang kerohanian, politik dan pemerintahan dan bahkan menjadi panglima perang.
Namun sebagai seorang ksatria, sebelum terjadi Bharatayuddha dalam Udyoga Parwa, disebutkan bahwa Bhisma pun menasihati sebelumnya agar diupayakan penyelesaian damai.
Bahkan Kresna pun berperan sebagai duta untuk menengahi konflik antara para Korawa dan para Pandawa. Tetapi ia malah akan dibunuh Korawa, hingga akhirnya perang besarpun tak terelakan yang merenggut banyak korban. 
Dalam filosofi pengabenan dari gugurnya Resi Bisma tersebut sebagaimana dijelaskan dalam tata titi lengkap indik ngaben artikel de-panji09 disebutkan bahwa, Pengabenan umat Hindu Dharma menggunakan filosofi yang diambil dari Gugurnya Resi Bisma dalam perang Berathayudha ditengah Kuru Setra
  • Badannya penuh dengan panahnya Sang Arjuna
  • Setelah rebah badanya sama sekali tidak menyentuh tanah karena disangga oleh ribuan panah. 
  • Resi Bisma gugur untuk menepati sumpahnya kepada Dewi Amba yang reinkarnasi menjadi Sri Kandhi. 
    • Senjata Sri Kandhi yang pertama kali menembus kekebalan badannya Resmi Bisma, setelah kekebelannya hilang untuk menepati sumpahnya kepada Dewi Amba, 
    • kemudian senjatanya Dresta Jumena dan ribuan panahnya Arjuna menembus seluruh tubuh Resi Bisma. 

Nilai-bilai yang dapat diambil dari sini adalah:

  1. Resi Bisma. Resi adalah orang yang telah mencapai tingkat kesucian tinggi. Dari sini diambil filosofi bahwa jasad / sawa harus melalui proses penyucian. 
    • Bisma berasal dari kata Wisma atau tempat atau wadah (bade), yaitu wadahnya Sang Jiwatman (atman dari setiap mahluk hidup) atau Stula Sarira atau unsur-unsur Panca Maha Butha
    • Kata Resi Bisma mengandung filosofi proses penyucian terhadap Panca Maha Butha.
  2. Sri Kandhi. 
    • Sri = sinar suci (Div) kemudian menjadi Dewa
    • Kandi = kanda = dudonan atau tahapan.
  3. Dresta Jumena: 
  4. Seribu panahnya Sang Arjuna (Sang Dananjaya),
    • Dananjaya berarti Dana dan Jaya artinya tulus iklas. 
    • Angka 1000 diambil dari angka Samkhiya yaitu mengembalikan unsur Panca Maha Butha dari alam Bhur Loka ke Swah Loka (kehadapan Sang Pencipta).
  5. Mohon toya pemanah (Toya Manah). 
    • Air minum yang diminta oleh Rsi Bisma diberikan oleh Duryudhana mempergunakan sebuah Kundi Manik sebagai simbul indriya, ditolak oleh Rsi Bisma sebagai simbol penolakan indria (tidak lagi ngulurin indria), 
    • lalu minta kepada Arjuna, digunakan  sebuah anak panah (manah = intuisi = keneh, suara hati), 
      • air muncrat dari tanah (air klebutan). 
    • Ini merupakan dasar filosofi Manah Toya. 
    • Tirta Pemanah artinya: toya berasal dari sindhu atau hindu atau windhu artinya kosong atau sunya ("Luang"; ekawara)
      • Pemanah artinya: pe dan manah = alam pikiran. Tirta Pemanah = untuk mengembalikan  Panca Maha Butha berdasar ketulusan hati.
  6. Tiga anak panah sebagai bantal Rsi Bisma sebagai simbul leluhur, juga mengandung makna Gegalang pisang kayu dan pis bolong 250 kepeng.
  7. Air untuk membersihkan badan diminta kepada Duryudana, diberikan menggunakan tempayan emas, tapi ditolak, sebagai simbul penolakan segala gemerlap duniawi.  
    • Namun Arjuna menggunakan dua panah dipanahkan keatas kemudian panah pertama jatuh diatas kepala Resi Bisma, dan panah yang satunya lagi jatuh di kaki. 
    • Oleh karena itu pembersihan harus dimulai dari kepala. Dari sini diambil filosofi Toya Penembak yang diambil dari Campuhan pada tengah malam tanpa lampu (gelap) dan diambil oleh sanak keluarga. 
      • Maknanya sebagai sarana pemrelina mantuk maring Sangkan Paran (Ah … Ang) dan untuk menetralisir awidyanya sang lampus. 
      • Toya Penembak: pe = pemutus; nembak = pembuka jalan. 
      • Tirta Penembak: untuk memutuskan agar terbentuk jalan ke Sunya Mertha.
  8. Menjelang kematian / menghembuskan nafas terakhir Rsi Bisma berpesan kepada Arjuna agar jasadnya dibakar menggunakan senjata Geni Astra yang disimbulkan sebaga tirta pengentas
    • Tirta Pengentas: Pe = pegat, ngen = ngen-ngen = trena, tas = hangus. 
    • Tirta Pengentas untuk memutuskan dan menghilangkan Tresna agar kembali kepada kekuatan amertha yaitu ke Siwa Merta.
  9. Senjatanya Dresta Jumena sebagai penglukatan
    • Dresta = sima = pedoman adat. 
    • Jumene = jumeneng = dikukuhkan sebagai pedoman.
  10. Page yang dipakai untuk pebersihan menggunakan paga karena badan Resi Bisma tidak menyentuh tanah melainkan ditunjang oleh panah.
  11. Penggunaan page (atau pepage) dan leluhur merupakan ciri unsur Tri Loka yaitu bhur, bwah, swah loka.
***