Pembenaran

Pembenaran adalah kemenangan dalam ego negatif.

Sehingga seakan ego negatif adalah pihak yang benar.

Ketika pembenaran yang teguh itu telah melindungi ego negatif dalam diri, betapa pun logika-logika tajam dari pikiran mencoba mengendalikannya, hanya akan sia-sia. 
Pembenaran ego seringkali begitu kekeuh untuk bisa dikalahkan.

Dimana dalam kisah Epos Mahabharata disebutkan bahwa Bhisma sebagai tokoh pembenaran yang membela pihak korawa sebagai simbol dari pikiran buta (awidya) yang menguasai jiwa.

Diceritakan dalam rahasia kematian Bhisma yang dikutip dalam salah satu artikel (ref) Hindu Dharma dikisahkan :
Ketika itu, Arjuna putus asa bahkan sebelum bertanding. Sebab ia mengerti, betapa pun piawai dan saktinya panah-panah yang telah dianugerahkan para Dewa kepadanya, Rsi Bhisma tak akan mungkin terlukai oleh semua senjata itu.

Sang kakek guru telah dianugerahkan kesaktian tertinggi bagi seorang ksatria. Tak terlukai apalagi terbunuh oleh senjata apa pun. Berkat keteguhannya memegang sumpah untuk tidak menikah. 

Saking teguhnya tidak mau melibatkan diri dengan urusan wanita, bahkan saat seorang wanita suci bernama Drupadi dilecehkan oleh Korawa, Rsi Bhisma hanya mematung tanpa daya mencegah semua itu.

Di tengah keputusasaan, lagi-lagi Sri Khrisna membisikkan kepada Arjuna rahasia kematian Bhisma seijin Rsi Bhisma sendiri. Ya. Hanya panah Srikandi yang bisa menembus dada Rsi Bhisma yang agung. 
Sesudahnya, barulah panah-panah Arjuna akan mampu melukai seluruh tubuh Rsi Bhisma.

Dengan cara indah, Rsi Wyasa, sang maharsi penggubah Mahabharata sedang membungkus pesannya dalam cerita ini.

Bhisma adalah guru yang berpihak pada Korawa. 
Ia adalah simbol pembenaran-pembenaran yang berpihak dan selalu memenangkan ego negatif (Korawa) dalam diri. Sehingga seakan ego negatif adalah pihak yang benar.

Maka dengan bisikan Sri Khrisna, bimbingan kebenaran dari hati nurani, terbukalah rahasia bahwa untuk mengalahkan pembenaran ego seperti itu, dibutuhkan panah Srikandi. 
Srikandi bukan laki-laki atau pun wanta pada saat peperangan itu. Bukan laki bukan wanita, adalah sifat dari Jiwa. Srikandi juga simbol penyatuan sifat laki dan wanita, kelembutan dan ketegasan.

Begitulah, hanya saat panah Srikandi, bahasa Jiwa yang mengandung kelembutan sekaligus ketegasan dari kebenaran hati nurani, berhasil dilepaskan menembus hati seseorang yang kekeuh dengan pembenaran egonya, baru sesudah itu panah-panah Arjuna, bahasa-bahasa pikiran penuh akal logika akan mudah meruntuhkan dan mengalahkan kekuatan perlindungan ego dalam diri seseorang.

Maka dari itu dikatakan bahwa :
"Jangan melawan ego seseorang dengan kata-kata dari pikiran. Sebab ia akan melakukan perlawanan dengan segala pembenaran. 
Tapi usaplah lembut namun tegas pembenaran ego itu dengan bahasa Jiwa, di situ akan mengerti rahasia kematian Bhisma, pembenaran ego negatif dalam diri seseorang." Demikian Rsi Wyasa menutup pesannya.
***