Eka wara adalah luang dan memiliki urip = 1, sebagaimana disebutkan dalam urip wewaran yang sesungguhnya dimaksudkan adalah
Sang Hyang Widhi itu tunggal tidak ada duanya dan awalnya alam ini adalah luang yang artinya kosong.
Demikian dijelaskan dalam sumber kutipan wewaran yang diceritakan pada mulanya alam semesta ini belum ada apa-apa atau kosong, yang ada hanya kekosongan (luang),
itu adalah sebenarnya perwujudan Sang Hyang Widhi yang tunggal disebut juga Paramasiwa yang dalam Sapta Loka beliau berkedudukan pada Satya Loka.
Pada tingkat ini beliau suci nirmala belum terpengaruh oleh apapun juga sehingga disebut dengan Nirguna Brahman.
Dari yoganya Sang Hyang Widhi ada Bhagawan Bregu, beliau ada pada tingkat Maha Loka, saat itu Sang Hyang Widhi sudah terpengaruh oleh hal-hal maya.
Bhagawan Bregu beryoga lahirlah Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Pada tingkatan Maha Loka Sang Hyang Widhi diberi gelar Sadasiwa yang disebut dengan Saguna Brahman karena sudah terpengaruh oleh maya.
Itulah sebabnya muncul dua kekuatan Cetana dan Acetana, yaitu Cetana sebagai Purusa Predana atau Sang Hyang Ketu dan Acetana sebagai Sang Hyang Rahu.
Berpadunya dua kekauatan ini pada jenjang Siwatama yang disebut dengan Gunakarya barulah muncul ciptaan yaitu Sang Hyang Rahu, kemudian beryoga lahirlah para Kala, Bhuta dan Sang Hyang Ketu.
Berpadunya dua kekauatan ini pada jenjang Siwatama yang disebut dengan Gunakarya barulah muncul ciptaan yaitu Sang Hyang Rahu, kemudian beryoga lahirlah para Kala, Bhuta dan Sang Hyang Ketu.
Sanghyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan Wewaran, demikian seterusnya.
Dalam urip wewaran yang dikutip dari Rumus Perhitungan Wariga dan Dewasa Ayu dalam Kalender Bali, juga dijelaskan bahwa
kedudukan atau tingkatan eka wara adalah yang paling tinggi atau yang pertama dalam wewaran.
***