Zaman Kemunduran Agama Hindu

Sebelum menceritakan tentang kebangkitan Hindu, ada baiknya menilik kembali sejarah sebab - sebab adanya kemunduran yang pernah terjadi 
Dimana beberapa hal ditandai adanya kemunculan kembali beranekaragam aliran dan keyakinan yang dapat menimbulkan pertentangan antar pemeluknya yang pada akhirnya banyak timbul masalah sosial dalam kehidupan bernegara.
Dahulu juga diceritakan di negeri India pada abad ke-6 sebelum masehi, zaman kemunduran Agama Hindu disebabkan oleh :
  • Kitab catur veda dipelajari dan ditafsirkan dengan bebas oleh siapapun. Kebebasan ini menyebabkan timbulnya beberapa ajaran dan aliran yang berbeda-beda. 
  • Dan beberapa kalangan tidak mengakui sebagai otoritas veda sebagai kitab suci
Pada zaman itu dalam evolusi agama Hindu di India dan budayanya disebutkan ditentang oleh beberapa aliran / sekte agama sebagai faktor penyebab penghambat perkembangan Agama Hindu dimana disebutkan :
Mereka menolak otoritas dan kekuasaan kitab suci weda, juga seluruh upakara ritual yang bersumber dari kitab suci weda, sebaliknya mereka mendukung, mengajurkan etika (moralitas), mengagungkan nilai-nilai kehidupan, ahimsa, tapa bratayang keras, dan penebusan dosa dengan jalan yang luar biasa untuk mencapai moksa
Ditekankan pada ajaran hidup yang tertinggi adalah kebebasan atman dari keterikatan duniawi yang sebagai penyebab penderitaan (dhuka). 
Hanya dengan mengetahui jalan duka dan mengatasi penyebabnya orang akan mencapai kebebasan dari kelahiran dan kematian yang disebut nirwana. Menentang kebenaran veda, mengutuk adanya korban binatang, menentang upakara ritual, menentang catur warna (kasta) dan menentang kekuasaan para pendeta. 
Ajaran ini pun mampu menarik simpati masyarakat luas di India, karena caranya sangat sederhana. 
Ajaran lain menyebar begitu cepat keseluruh India sehingga sebagian besar penduduk yang beragama Hindu (Brahmana) beralih agama ke agama lainnya, sehingga orang yang masih taat ajaran Brahmana, hanya kaum bangsawan dan aristokrat yang masih bertahan.
Akibatnya agama di India pecah menjadi dua golongan yaitu 
  • Golongan Ortodoks/Smarta/Karma Kandi (mereka yang masih menganut agama Brahmana
  • Dan golongan rasionalis.
Dengan meluasnya ajaran aliran rasionalis ini maka agama Brahmana mengalami kemunduran yang luar biasa sehingga disebut zaman kemunduran agama Hindu.

Hanya orang-orang Hindu yang masih taat saja yang tetap beragama Hindu dan sebagian besar hanya golongan Brahmana, golongan bangsawan dan aristocrat. 
  • Pada zaman rasionalis ini, dinyatakan bahwa Nirwana alam swah loka tidak dapat dicapai melalui yadnya, tapa brata ataupun Brahma widya, melainkan hanya dapat dicapai dengan melalui jalan spiritualitas, etika dan perbuatan baik. 
  • Aliran rasionalis mennetang kebenaran veda, menentang upakara yadnya seperti adanya tetandingan banten yang banyak dan rumit, menentang agama yang bersifat aristocrat, menentang dengan adanya system warna (kasta), menentang penggunaan bahasa sansekerta, menentang pembunuhan binatang untuk pelaksanaan upakara yadnya namun menekankan ajaran ahimsa secara ketat serta menentang kekuasaan Brahmana dalam mengatur keperluaan spiritual masyarakat. 
    • Para raja-raja yang ada melarang melakukan ritual yadnya yang menggunakan kurban binatang. 
    • Pada saat itu dengan rajanya yang kuat yaitu kerajaan Magadha. Dan sampai-sampai kuil-kuil Brahmana diancurkan.

Begitupun halnya dahulu di Bali dengan adanya banyak sekte dimana pada tahun caka 910 sampai dengan 988 atau tahun 988M sampai dengan tahun 1011M, seorang raja memerlukan keahlian bhagawanta seperti Mpu Kuturan, Danghyang Nirartha dll dalam bidang adat dan agama untuk merehabilitasi dan mestabilisasi timbulnya ketengangan-ketegangan seperti :
  • apa yang diyakini benar, 
  • bahkan kadang-kadang,
    • mencemoh, dan 
    • merendahkan keyakinan orang lain. 
Kalau ini bekembang terus tidak mungkin dibendung lagi dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama akan terjadi pertentangan seperti yang pernah terjadi sepuluh abad yang lalu.
Dengan kembali mengenalkan konsep “Lalita Hita Karana” yang arti bebasnya “jalan menuju kebebasan” sebagai pendekatan operasional, dalam mewujudkan tujuan konsep “Tri Hita Karana”. dalam hal keharmonisan beragama untuk dapat menghindari adanya kemunduran agama Hindu agar dapat kembali  menuju kebangkitannya.
***