Melik adalah suatu anugrah pada saat kelahiran anak yang teramat besar dari Ida Sanghyang Widhi, namun ada beberapa macam melik yang tersirat dalam beberapa lontar baik itu Lontar Purwa Gama dan Lontar Kala Tattwa serta Lontar Siwa Gama,
- kalau anak yang melik masih kecil sering mengalami kebingungan.
- kalau anak yang melik sudah besar pasti mereka merasakan adanya suatu keanehan - keanehan.
Sebagaimana disebutkan dalam beberapa kutipan komentar forum diskusi jaringan hindu nusantara, upacara pebayuhan melik perlu dilakukan oleh orang-orang yang memang melik dengan ciri - ciri disebutkan pada saat anak lahir yang ditelapak tangan atau dibagian tubuh tertentunya terdapat rerajahan atau tanda senjata terkadang terdapat salah satu dari sembilan senjata pengider bhuwana tergantung tugas yang diemban sang anak lahir ke dunia, dengan rerajahan senjata para dewa seperti :
- Bajra
- Gada
- Nagapasa
- Cakra, seperti kisah Sang Sarwadamana dalam wiracarita Bali,
- setelah menyelenggarakan upacara suci dengan Dewa Agni dipanggil untuk memberikan apa yang diminta maka beliau memiliki seorang putera.
- Dupa
- Angkus
- Trisula
- Moksala,
- Api dan Angin
Namun ada juga berupa rerajahan bunga - bunga kalau yang lahir membawa masing - masing anak dengan senjata - senjata itu dan bersatu.
Karena pembawaan anak melik itu, kembali kita kepada Rwa Bineda, dimana ada putih disana ada hitam, demikian juga dimana ada kebaikan disana pula ada kejahatan.
Demikian juga apada anak ini. yang lahir membawa
anugrah teramat besar tentu diikuti oleh kesialan - kesialan yangg teramat besar
pula, dan tidak tertutup kemungkinan nantinya bisa mengalami kematian dalam usia muda dengan tanpa sebab sehingga yang
dihilangkan bukan keberuntungannya namun kesialan itu yang dhapuskan dari
roh - roh jahat yang ada di dalam tubuh manusia, dengan memberikan ritual - ritual
atau diganti dengan bebantenan.
Melik atau tidaknya seseorang biasanya diketahui setelah matetuun atau mepinunas pada balian. Orang yang melik mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang biasa pada umumnya.
Ia disenangi semua golongan roh halus, baik itu roh yang bersifat negatif (bhuta red) juga para dewa-dewi.
Tanda-tanda orang mamelik biasanya terlihat dari tubuh orang yang bersangkutan. Dari kelahiran biasanya memang sudah ada tanda-tanda yang dibawa sejak lahir.
- Misalnya saja dari bentuk lesung pipi yang dimiliki, bentuk gigi taring yang kurang menonjol tidak sewajarnya, pancaran mata, atau rambut gimbal juga bisa menandakan seseorang memelik.
- Orang yang melik mudah melihat roh-roh halus.
- Hal ini disebabkan adanya benang yang menghubungkan keduanya teramat dekat sehingga terjadi kontak yang sangat cepat jika tiba-tiba ada makhluk lain yang ada di sekitarnya maka ia akan mampu merasakan bahkan melihatnya secara kasat mata.
- Biasanya ada batasan waktu yang diberikan kepada mereka yang memelik untuk dapat menjalani kehidupan.
- Diungkapkan, orang yang memelik akan cepat diambil dari kehidupannya karena menjadi rebutan dari roh-roh halus seperti halnya melik adnyana widhi dll.
Semakin cepat seseorang mengetahui dirinya memelik maka semakin bagus sehingga akan segera dibuatkan upacara penebusan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk dari memelik.
Jika tidak mendapat banten penebusan maka biasanya orang yang memelik sesuai dengan kelahirannya ada yang diambil pada saat baru bisa berjalan, ketika baru menikah dalam upacara pawiwahan, dan ada juga pada saat baru mempunyai anak.
Dengan pebayuhan melik akan dinetralisir kekurangan yang ada dalam dirinya (menghilangkan apes pengaruh melik). Supaya semua kekuatan bersinergi, agar dapat keseimbangan antara Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
Disamping itu juga lahir melik yang dapat menimbulkan kematian dalam kutipan jawaban yang disebutkan pada stiti dharma online, lahir melik hendaknya diterima dengan
iklas karena Tri Kona
sebagai ‘kekuasaan’ Sanghyang Widhi, maka kita tidak pernah tahu apa
‘rencana’ – Nya terhadap kita sebagai umat manusia.
Di samping itu, suka – duka – lara – pati yang merupakan kodrat manusia. Jadi kematian dengan cara apa pun dan kapan pun hendaknya diterima dengan iklas, karena yakinlah kematian itu juga kehendak-Nya.
Di samping itu, suka – duka – lara – pati yang merupakan kodrat manusia. Jadi kematian dengan cara apa pun dan kapan pun hendaknya diterima dengan iklas, karena yakinlah kematian itu juga kehendak-Nya.
***