Petirtayan

Petirtayan adalah prosesi piodalan dalam upacara agama di Bali.

Ini sekelumit cerita tentang prosesi piodalan dalam upacara agama di Bali. 

Semoga bisa memberi sedikit ilustrasi tentang apa yang sekiranya terjadi antara umat dan Tuhannya. 

Ketika Tuhan (Ida sanghyang Widhi) yang tak berwujud (Nirguna), dengan indah lalu diwujudkan (Saguna) lewat ritual untuk memberi rasa penyatuan yang sederhana. Lalu dengarkan makna doa-doa yang mereka alirkan.)

Denting genta Pemangku mengalun mistis bersama lantunan doa memanggil Sang Pencipta.
"Kami mohonkan Engkau hadir, turun dari Kahyangan-Mu yang suci dan penuh kebahagiaan, wahai Sang Maha Tunggal. Berkenanlah Engkau turun menyaksikan kami berkumpul menghadap dan menunduk di kaki padma-Mu."

Dan dipercikilah tirtha untuk semua singgasana-Nya, pelinggih-pelinggih yang diciptakan dan dibalut segala keindahan, bersama doa-doa mengalir lembut diiringi denting genta mistis sang pemandu suci.
"Semoga suci semua singgasana dan segala wujud bersembahan kami, wahai Sang Maha Pencipta. Kini kami persilakan Engkau, dalam segala wujud gaib dan mahagaib-Mu, duduk bagai Maharaja Semesta, menyaksikan sembah sujud kami."
"Dan ijinkan kami membersihkan kaki dan tangan-tangan gaib-Mu dengan air suci ini. Semoga segala noda sepanjang perjalanan-Mu dari kahyangan di langit sana, terhanyut oleh kesucian air yang Kau berkahi ini."

"Duduklah dengan nyaman wahai Sang Maharaja Semesta. Silakan Engkau nikmati segala sajian yang bisa kami haturkan dalam penyambutan ini. Ampuni segala kekurangan kami dalam menyambut kehadiran-Mu. Segala berkah alam ini kami haturkan kembali sebagai persembahan kepada-Mu wahai Penguasa Semesta Raya."

"Sembari Engkau menikmati segala cita rasa yang mampu kami persembahkan, nikmatilah pula nyanyian ketulusan hati dalam kidung-kidung rohani (atau Kirthanam) ini. Juga lewat tarian-tarian keindahan diiringi geriap tabuh gambelan ini. Semoga semua persembahan ini membahagiakan-Mu, wahai Sang Maha Jiwa."

Usai sudah seluruh doa-doa itu terlantun. Sekiranya Sang Maharaja Semesta telah menikmati semua sajian banten, tiba kini saatnya setiap umat menyatukan jiwa (atman) dengan Sang Maha Jiwa (Brahman), lewat doa-doa yang membisik dari kedalaman batin yang hening.

"Tuhan, bersaksilah Engkau sebagai cahaya api, penerang jalan kami menuju ke penyatuan Jiwa Raga saat ini." (Sang Pendoa menancapkan dupa dan doa)
"Tuhan, kami duduk sebagai padmasana kecil di depan kaki padma-Mu yang maha agung." (Dan ia mulai duduk tepekur dalam doa)
"Tuhan, semoga seluruh tubuh, pikiran dan Jiwa kami disucikan oleh vibrasi energi kesucian-Mu, agar layak kami duduk dekat di bawah kaki padma-Mu." (Dilantunkanlah satu demi satu doanya demi kesucian diri)
Lalu ia mengasapi semua bunga-bunga, seakan ingin menyucikan pula bunga-bunga hati yang akan ia persembahan menjadi kata-kata dalam doa. Perlahan ia memulai sembah sujud dengan cakupan tangan kosong.
"Tuhan, semoga Jiwa-ku duduk tenang bersemayam dalam keheningannya yang khusyuk, untuk menyatu dalam energi kesucian-Mu."

Begitu keheningan membalutnya, ia mengambil sehelai bunga putih dan melantunkan doa.
"Tuhan, aku memuja cahaya cemerlang-Mu sebagai Sang Surya yang menyinari bumi dari kegelapan malamnya. Semoga kau terangi dan bersihkan batin kami dari segala kegelapan dan noda, agar terang-Mu menyatu dengan benih terang Jiwaku."

Satu per satu doa-doa dilantunkannya sebagai sujud bakti dan ungkapan terima kasih pada Sang Maharaja Semesta yang telah memberkahi segala kehidupan.

Hingga tibalah saat Sang Maha Pencipta memberinya anugerah. Air suci telah dipercikkan seiring pesan dari-Nya.
"Nak, inilah anugerah-Ku bagi kehidupanmu. Ku-perciki kau dengan air kehidupan, agar segala benih kesucian, kebahagiaan dan kedamaian yang nanti Kutaburkan ke dalam dirimu lewat peristiwa-peristiwa kehidupan, dapat bertumbuh subur dan berbuah kebahagiaan."

Terasa sejuk mengalir ketika air suci itu memerciki tubuh, terminum ke dalam dan terbasuh ke sekujur wajah.
"Semoga subur tubuh, pikiran dan batinku, wahai Sang Maka Kasih. Kuserap seluruh air suci ini agar subur diriku menanam dan menumbuhkan benih-benih kebaikan."

Lalu diberkahilah biji-biji beras (bija) untuk dilekatkan di kening, di dada dan sedikit ditelan bersama doa-doa.
"Semoga benih pikiran baik ini tumbuh dalam kepalaku. Semoga benih kata-kata yag baik dan suci tumbu dan berbuah dari bibirku. Dan semoga benih-benih perasana yang suci, tenang dan damai bersemi dalam dadaku."

Maka usailah sudah inti proses penyatuan Sang Sinembah bersama Sang Kasembah, Jiwa dan Maha Jiwa, lewat ritual indah penuh rasa.

Demikian disebutkan sebagaiman dicopas dari Guru dr. W. Mustika (artikel Hindu di fb [ref]), Dan semoga segala yadnya yngg dihaturkan dapat memberi tuntunan ke jalan yang benar.

***