Kebaikan

Kebaikan berasal dari kata "Baik" yang dalam Bahasa Bali biasanya disebut dengan kata "Beneh";
Patut Pisan artinya benar sekali.
Dan dalam Hindu Dharma disebutkan bahwa kebaikan tidak untuk disebut tapi untuk diamalkan;
Dengan pikiran yang ringan dan terang itu disebutkan merupakan ciri orang sattwam sehingga Guna Sattwam itu akan dapat membuat orang berniat baik.
Dan sikap ramah tamah dan sopan santun terhadap orang lain disebut dengan istilah madurya yang wajib dilaksanakan oleh umat Hindu Dharma.
Namun hidup di dunia ini juga disebutkan harus mampu mengambil hikmah yang baik dari setiap kejadian.
Karena upaya untuk berbuat kebaikan terkadang bisa saja 'tidak tepat-sasaran' dan dianggap pamrih.
*** 
Jadi layaknya keadilansebagaimana dikatakan dalam salah satu postingan Group Hindu di Fb.
Maka kebaikan mesti dilakukan penuh kecermatan dan pertimbangan...
Wiweka atau akal-sehat wajib senantiasa mendasari setiap tindakan kebaikan itu sendiri...
Hal ini dimaksudkan agar upaya-kebaikan yang dilakukan bisa 'tepat-sasaran'...

Saat kebaikan itu sudah tepat sasaran, 
maka tentunya pihak yang terlibat di dalamnya akan bersama-sama tumbuh dalam peningkatan...
Namun terkadang perbuatan baik kita disalahmengertikan sehingga akhirnya muncul kesalahpahaman...
Padahal perbuatan tersebut murni 'sebagai persembahan dengan niat baik yang tulus'...
Nah, di sini bukan salah kita...
Melainkan salah mereka sendiri yang 'tidak bisa melihat mana yang baik'...
Karena mudah terpedaya oleh hasutan pun muslihat, akibat lemahnya diri, rendahnya wiweka...
Maka dari itu...
Daripada 'bersama' ---khususnya dalam hubungan pertemanan--- tapi tidak saling membaikkan', lebih baik putus interaksi saja; tentu ini bukan berarti membenci...
Agar ia tidak lagi merasa kesal, sakit atau kecewa karena kita...
Inilah yang harus dimengerti dan dipahami... Sehingga kehati-hatian, keawasan dan kewaspadaan dalam setiap hal bisa 'membentengi diri'...
~ Kalau ingin kebaikan, datangi kebaikan itu, 'terbukalah' jangan menutup diri karena gengsi dan sebagainya, 
belajarlah kemudian sungguh-sungguh di dalamnya, niscaya diri pun "larut bersama kebaikan itu sendiri pada akhirnya" ~
***
Dikatakan bahwa kita harus bisa menjadikan diri kita penuh dengan kebaikan, baik dalam sikap, pikiran, maupun tingkah laku. 
Pada tahap ini dikisahkan bahwa Srikandi belajar memanah yang mengandung makna, untuk bisa bersikap, berpikir baik dan berprilaku baik tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. 
Banyak hal-hal yang perlu dipelajari dalam setiap kejadian yang kita alami, tidak hanya belajar dari teori. Kita harus mampu mengambil hikmah yang baik dari setiap kejadian yang telah kita alami meskipun hal itu tidak mengenakkan. 
Meguru berarti belajar, manah atau panah artinya hati, sehingga kita memang harus melatih dan membelajari hati kita untuk bisa tepat membidik hikmah-hikmah yang baik dari setiap kejadian yang akhirnya nanti sikap ini secara otomatis akan melekat pada pribadi kita, 
dan hal inilah yang membedakan pribadi kita dahulu yang masih bodoh, kasar, penuh amarah, nafsu angkara murka (yang merupakan sifat dan simbol dari Kurawa) menuju perubahan menjadi pribadi Pandawa. (/nyomia).

Dan sebagai renungan dalam beberapa cerita singkat :

***