Suci berarti kemurnian dan kebersihan lahir batin, yaitu "suatu keadaan yang dapat menyebabkan ketenangan dan keharmonisan" sehingga dalam praktek keagamaan sesuai dengan keyakinan masing-masing yang bertujuan untuk dapat menciptakan suasana spiritual yang mantap dan magis, dimana diantaranya disebutkan yaitu :
- Kesucian/kebajikan yang bersumber dari siwam dalam makna pemujaan dilaksanakan untuk dapat mencapai moksartham jagadhita dan melepaskan diri dari segala noda dan aib.
- Aksara Suci sebagai simbol komunikasi dalam susunan aksara tertentu yang dapat memberikan kekuatan positif dalam hal spiritual kerohanian dan keagamaan.
- Pura sebagai tempat suci yang disebutkan merupakan replikasi dari makrokosmos, alam bhuwana agung sebagai tempat kehidupan ini.
- Berkaitan dengan Catur Eswarya Dala, Pura Pesucian dikatakan merupakan stana Ida Bhatara Hyang Mahesora. sebagai tempat pesucian para Dewata Kabeh.
- Sebuah taman suci yang biasanya disebut dengan Beji sebagai tempat pesucian Ida Bethara sebelum dilangsungkannya piodalan sebagai wujud bhakti sebagai usaha untuk mencapai jagadhita.
- Dengan penerapan Sad Kerti dalam kehidupan ini sebagai upaya untuk dapat menjaga hubungan kesucian dan keseimbangan alam ini secara sekala dan niskala.
- Dalam hubungannya dengan penggunaan mantra & tetandingan banten dalam upacara keagamaan dijelaskan beberapa hal yaitu :
- Dalam Lontar Sundarigama, segala benda-benda suci / yang disucikan seperti dengan api, air, kembang, bebantenan saat pelaksanaan hari raya suci dan upacara yadnya hendaknya disebutkan disertai dengan kesucian pikiran.
- Mantram Penyucian (Mensucikan) Badan dan Sarana Sembahyang bertujuan untuk pembersihan diri untuk mendapatkan kesucian secara lahir dan bathin sebagai harapan setiap orang.
- Sebagai pelengkap Banten Pejati, disebutkan pesucian sebagai pembersih secara rohani.
Untuk dapat menciptakan keadaan menjadi suci dalam agama Hindu dalam Materi Pendidikan Agama oleh: I Wayan Sudika disebutkan hendaknya dilakukan dengan upacara agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Dan sesuatu dipandang tidak suci apabila tidak pernah disucikan dengan upacara keagamaan.
Sedangkan kesucian menurut Santeri (2000: 73) “merupakan usaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui perjalanan kedalam bathin sendiri, mengenal sangkan paraning dumadi”.
Dibia I Wayan ( dalam Yudha Triguna. 2003) menyatakan Kesucian (shiwam) pada intinya menyangkut nilai-nilai ketuhanan yang juga mencakup yadnya dan taksu (sebagai kekuatan kharisma).
Dengan demikian suci dapat dikatakan sebagai suatu yang tidak dapat diukur / dinilai dari keadaan fisik, namun lebih menekankan pada perasaan dan bersifat transendental maupun spiritual.
Sesuatu benda yang keadaan fisiknya sangat bersih dan higienes namun dalam hubungan transedental tidak dapat memberikan perasaan tenang atau harmonis, maka benda tersebut tidak dapat dikatakan suci.
Jadi suci dapat diartikan sebagai sesuatu keadaan yang mampu memberikan ketenangan atau keharmonisan dalam kehidupan yang pada akhirnya diharapkan dapat mencapai Moksartham Jagadhita Ya Caiti Darmah yang bertujuan untuk mendapatkan kemakmuran dan kebahagiaan setiap orang, masyarakat, maupun negara.
***