Rasa tidaklah selalu tampak dalam keadaan yang murni,
Tetapi sering tercampur, saling berhubungan, dan bersifat sementara.
Seperti halnya :
Ada rasa manis, pahit, asam dll sebagai sad rasa yang dapat dirasakan dalam setiap makanan.
Demikian pula dalam konteks seni
Hindu seperti halnya yang tertuang dalam
gandharwa weda untuk
memahami prinsip kerja kreatif Mpu Kanwa dalam Arjuna Wiwaha seperti dikatakan oleh Dick Hartoko (1983:68) :
Rasa tidak tepat sama artinya dengan kata rasa dalam bahasa Indonesia, yaitu perasaan atau emosi.
Emosi dalam bahasa Sansekerta adalah bhàwa.
Menurut
Bharata dalam kitab Nàtyasàstra emosi itu ada delapan:
- Rati yaitu Rasa Cinta;
- Hàsa yaitu Rasa Humor;
- Soka yaitu Rasa Sedih;
- Krodha yaitu Rasa Marah;
- Utsàha artinya Teguh; Dengan keteguhan hati akan dapat membantu menaklukan para musuh di dalam diri.
- Bhaya artinya Rasa ‘Takut’;
- Jugupsà artinya ‘Muak’; dan
- Wismaya artinya Perasaaan ‘Heran’.
Kemudian Abhinawagupta menambah satu emosi lagi, yaitu Sama yang artinya Rasa ‘Tenang’ seperti halnya
tujuan dan manfaat sembahyang.
Jiwa yang tenang & tentram adalah jiwa yang terlepas dari rasa cemas, gelisah, bosan, bingung, ragu-ragu dan kecewa.
Nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai material hanya akan dapat dirubuhkan oleh manusia yang berjiwa tenang dan tentram.
Demikianlah dikatakan;
Rasa bukanlah persepsi akal budi, melainkan suatu pengalaman yang penuh kebahagiaan, sehingga pengalaman pribadi pun lenyap.
Maka dikatakan bahwa pada titik itu, pengalaman estetik menjadi identik dengan pengalaman religius, yaitu bila perasaan manusia terbenam di dalam Brahman ‘Tuhan’ maka rasa tenang itu akan selalu ada.
Serta "Melalui
seni budaya, agama Hindu selalu menanamkan rasa keindahan (
estetika) dalam hati umatnya,