Beburon

Beburon adalah sebutan hewan atau binatang yang banyak ragam & jenisnya sebagai fauna yang menghiasi alam Bali yang indah ini.
  • Anjing = cicing atau asu untuk pengawasan.
    • Zaman pidopanak cicing madan kuluk / konyong.
  • Ayam = Siap. (Siap Selem dalam satua Bali).
  • Celeng = babi, yang renyah dan gurih rasanya itu dinamakan babi guling.
  • Mina = ikan/ulam dimana ikan berkepala gajah sejenis binatang purba itu disebut Gajah Mina.
  • Be Jeleg = Ikan gabus mewakili sifat rajas dan tamas, dimana pohon dadap tempatnya bertapa yang mengandung makna hati-hati atau waspada, artinya waspada terhadap sifat-sifat buas dan selalu eling.
  • Burung = kedis seperti : 
    • Manuk Dewata sebagai perlambang wahana sang atman yang berfungsi untuk melancarkan perjalanannya dari berbagai rintangan.
    • Karang Goak = jenis kekarangan sebagai motif hias ukir-ukiran.
    • Cangak = simbol metraya yang pandai berbohong.
  • Laba-Laba = Kekawa yang selalu dapat menginspirasi untuk meraih impian.
  • Hewan Upakara sebagai peluang bisnis.
  • Kisah seorang wyadha sebagai penjagal hewan yang melaksanakan swadharmanya dengan baik.
  • Dalam Aneka Ria Basa Bali :
    • Sarwa buron yen ing dadi manakan madan jubeng.
    • Tongos siap metaluh madan bengbengan
    • Tongos kedis metaluh madan sebun
Binatang juga disebut sato sebagai makhluk hidup yang memiliki dua aspek kemampuan dwi pramana yang berupa :
  1. bayu sebagai tenaga untuk hidup.
  2. sabda yaitu kemampuan untuk berbicara
Binatang sebagai ciptaan Tuhan yang dalam ajaran ahimsa disebutkan maka tidaklah dibenarkan manusia menyiksa dan membunuhnya dengan sewenang-wenang agar pengendalian diri kita ini mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian lahir bathin.

Namun dalam hidup ini kita pasti pernah membunuh binatang baik sengaja maupun tidak yang dalam Ahimsa Parama Dharma disebutkan hendaklah kita sebagai manusia tidak boleh lupa untuk mendoakan binatang tersebut sebelum dibunuh agar rohnya mendapat peningkatan.

Ada sepotong cerita dalam siwa ratri, konon dalam catatan Sang Suratma, Lubdaka telah melakukan banyak sekali pembunuhan, sudah ratusan bahkan mungkin ribuan binatang yang telah dibunuhnya, sehingga sudah sepatutnya kalo dia harus dijebloskan ke neraka, alam bhur loka.

Siva menjelaskan bahwa; 
  • Lubdaka memang betul selama hidupnya banyak melakukan kegiatan pembunuhan binatang, 
  • tapi semua itu karena didasari oleh keinginan/niat untuk menghidupi keluarganya. dan 
    • dia telah melakukan tapa brata (mona brata, jagra dan upavasa/puasa)  dalam  Siva Ratri/Malam Siva dan sejak malam itu sang Lubdaka menempuh jalan hidup baru sebagai seorang petani.
    • Sehingga dia berhak dibebaskan dari ikatan karma wasana sebelumnya sebagai seorang pemburu binatang.
Penggunaan binatang sebagai makanan dan upacara yadnya hendaknya juga dissesuai dengan sastra yadnya dan kitab suci weda seperti disebutkan :
  • Dalam Atharwa Weda, sebelum disemblih hendaknya binatang tersebut didoakan terlebih dahulu dengan mengginakan Mantra atau doa yg sering diucapkan kalau menyemblih Hewan /Binatang.
    Om Pasu pasaya wihmahi
    Sirah cedaya dhimahi,
    Tanno twah pracodayat,
    artinya 
    Ya Tuhan, kami membunuh binatang dengan hati suci,
    Semoga jiwa raganya mendapat kemajuan ketempat yg lebih tinggi.
  • Penggunaan binatang kurban pada caru dalam Manawa Dharmasastra V.40. disebutkan bahwa Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya.
  • Sebagai bahan olahan ngebat untuk upacara yadnya dalam sumber kutipan Lontar Dharma Caruban disebutkan penggunaan mantra/doa berbeda menurut jenis hewannya.
***