Mebat utawi Ngebat adalah tradisi kebersamaan laki-laki Bali dalam penyelenggaraan hidangan - hidangan dan persiapan untuk upacara keagamaan.
Pelaksanaan dalam hal megibung dan mebat disebutkan juga biasanya mulai dilakukan satu hari sebelum pesta / upacara dimulai.
Namun dalam rangkaian mebat yang sesuai dengan ageman lontar dharma caruban sebagai pedoman yang telah digunakan oleh para leluhur kita dari jaman dahulu disebutkan :
- Hendaknya beburon termasuk perlenkapan lain sebagai bahan olahan sebelumya didoakan terlebih dahulu agar dengan hati suci, semoga jiwa raganya mendapat kemajuan ketempat yg lebih tinggi.
- Penggunaan base genep mengandung simbol nyasa (pemusatan pikiran).
- Dan bahwasanya jenis hidangan/olah-olahan yang terdapat dalam upacara adat Agama Hindu khususnya di Pulau Bali dapat dibeda-bedakan dalam tiga jenis :
- Jenis Olahan yang Kering, dalam jenis ini kita dapati dalam bermacam-macam bentuk seperti :
- Sesate, baik namanya, ramuannya demikian pula rasanya.
- Gorengan,
- Brengkes,
- Urutan,
- Lempet
- dan Gubah.
- Jenis Olahan yang Lembab, dalam jenis ini kita dapati bentuk seperti :
- Lawar, dilengkapi dengan parutan kelapa dan bumbu-bumbunya.
- Tum,
- Balung,
- Timbungan,
- Oret,
- Semuwuk.
- Jenis Olahan yang Cair, dalam jenis ini kita dapati dalam bentuk :
- kekomoh,
- Ares.
Berkaitan dengan adanya persiapan hajatan oleh seorang warga / krama banjar, biasanya kulkul banjar bunyinya pun sangat unik dan khas seperti :
- Pola suara untuk menandakan adanya warga yang punya hajatatau melaksanakan upacara yadnya disimbolkan dengan pola pukulan dari yang dimulai dengan tempo lambat dan kemudian secara perlahan dipercepat tapi hanya pada tempo medium, tidak sampai tempo kencang.
- Ketika mendengar tabuhan kulkul seperti ini maka setiap masyarakat pasti segera bergegas kumpul di banjar untuk kemudian melakukan gotong-royong di rumah warga yang punya hajatan.
- Biasanya warga berkumpul untuk membawa sebuah pisau agak besar yang dinamakan blakas untuk proses mebat ini.
***