Basa Genep atau Base Gede


Basa Genep atau Base Gede adalah semua jenis bumbu yang digunakan untuk membuat sate dan olahan masakan tradisional di Bali.

Bahan-bahan bumbu (kebasa) ini di dalam Agama Hindu menurut Sidemen, Dosen Program Studi Pendidikan Agama, Universitas Hindu Indonesia Denpasar seperti yang dikutip dari salah satu artikel makna sate dan upakara umat Hindu di Bali disebutkan bahwa mengandung simbol nyasa (pemusatan pikiran) kepada masing-masing Pandawa.

Hal ini dalam lontar Dharma Caruban terkait dengan simbol dharma kebenaran seperti dalam kisah Pandawa disebutkan : 
  • Cekuh (kencur), merupakan simbol nyasa (pada Sang Sahadewa dengan posisi timur dan urip (jumlah nilai angkanya) lima, 
  • Isen (laos), kepada Sang Bima dengan posisi selatan dan urip sembilan, 
  • Kunyit (kunir), kepada Sang Arjuna dengan posisi barat dan urip tujuh, 
  • Jahe, pada Sang Nakula posisi utara dan urip empat, 
  • Bawang merah, kepada Sang Dharma Wangsa posisi tengah dengan urip delapan, 
  • Buah lemo (limao) kepada Dewi Drupadi dengan sifat bisa menyatukan kelima Pandawa sebagai lambang penyatuan poros dan kiblat (arah) di alam semesta. 
Dalam lontar Dharma Caruban ini juga diberikan penjelasan mengenai rasa olahan yang dibagi menjadi enam rasa disebut dengan sad rasa. Keenam jenis rasa tersebut adalah: 
  • Dharma Wiku, olahan memiliki rasa “lawana” atau asin, berupa urab putih, biasanya disuguhkan untuk upakara juga untuk para Wiku (orang suci), 
  • Bima Krodha, olahan rasa “ketuka” atau pedas, berupa lawar merah, untuk upakara juga untuk di konsumsi semua orang kecuali Wiku, 
  • Jayeng Satru, olahan yang dibuat memiliki rasa “kesaya” atau sepet, berupa gegecok/penyon berwarna kuning, disuguhkan untuk bahan upakara dan para Wiku, 
  • Gagar Mayang, olahan rasa “tikta” atau pahit, berupa gegode berwarna hijau disuguhkan untuk upakara dan para Wiku, 
  • Nyunyur Manis, adalah rasa olahan rasa “madhura” atau manis, berupa olahan campuran berwarna brumbun (kumpulan warna), disuguhkan untuk upakara dan juga bisa bagi semua orang kecuali Wiku, dan 
  • Galang Kangin, olahan memiliki rasa “amla” atau masam (asam), berupa penyon, dibuat dari buah belimbing yang diiris tipis dan telah masak, dicampur kalas, berisi daging halus yang telah di masak, disuguhkan untuk upakara dan juga boleh untuk Sang Wiku.
Dari rasa olahan ini terkandung “sad rasa” yang keluar dari kekuatan panca tan matra (lima benih unsur kekuatan yang bersifat halus) yang telah bersemayam di alam semesta ataupun tubuh manusia, yaitu 
  • Ganda tan matra (benih penciuman), 
  • Sparsa tan matra (benih sentuhan), 
  • Sabda tan matra (benih suara), 
  • Rupa tan matra (benih penglihatan), dan 
  • Rasa tan matra (benih rasa). 
Sari sad rasa tersebut berubah menjadi kekuatan kehidupan yang ada di dunia. Kekuatan tersebut disebut kekuatan “sukla” (spermatozoa) kalau berada pada laki-laki dan kekuatan “swanita” (sel telur) bila berada pada wanita. 

Sukla bertemu swanita terjadilah kekuatan penciptaan kehidupan, kekuatan lingga yoni, dan bila keduanya menyatu maka akan melahirkan kekuatan baru/pembiakan menjadi banyak. 

Rasa olahan mengandung makna dan sebagai simbol kekuatan purusa (lingga) dan kekuatan prakerti (yoni).
***