- Sebagai penolak bala) seperti halnya dalam penggunaan segehan, sabsab merana dll.
- Dan juga sebagai simbol tamas yang merupakan simbolis untuk mengembalikan Tri Guna (Satwam-Rajas-Tamas) kepada asalnya.
Dalam kepercayaan masyarakat Hindu di Bali,
Sěgala sesuatu yang berbau menyengat dan amis seperti tersebut di atas, menurut keyakinan umat Hindu disenangi oleh para bhūta kala.
Dan dalam salah satu mitos yang berkembang di Bali :
Jika mata berair saat mengiris bawang merah, selipkan irisan bawang di telinga.
Bawang merah yang berbau amis itu juga sering digunakan oleh masyarakat sebagai penangkal leyak dengan cara dioleskan pada ubun-ubun (siwa dwara) bayi atau balita.
Maksudnya adalah agar leyak tersebut tidak mengganggu si bayi karena sudah cukup puas dengan menjilat bau bawang merah itu.
Untuk menolak mara bahaya secara umum, bawang merah itu bisa dioleskan diberbagai tempat, misalnya di badan orang dewasa, di atas pintu kamar, dan di sebelah kiri atau kanan pintu rumah.
Dan bawang merah ini sebagai perlengkapan segehan yang biasanya dihaturkan setiap hari. Penyajiannya diletakkan di bawah / sudut- sudut natar Merajan / Pura atau di halaman rumah dan di gerbang masuk bahkan ke perempatan jalan (catus pata).Segehan dan juga Caru banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih.
***