Beberapa hal berkaitan dengan sang bayi yang dilahirkan dalam konteks pelaksanaan upacara yadnya yang sebagaimana disebutkan,
"Agar setelah lahir ke dunia, sang bayi tidak boleh lupa dengan tujuan hidup dirinya", yang dengan kesepakatan, Sang Catur Sanak pernah berjasa untuk dapat mendorong sang jabang bayi lahir ke dunia.Dan ketika pertama kalinya bayi lahir disebutkan bahwa tagisan bayi tersebut mengisyaratkan bahwa
Kita hendaknya harus selalu ingat dan sadar dan selalu memohon perlindunganNya.
Setelah sang bayi dan Catur Canak sama-sama lahir ke dunia lebih lanjut dalam bhuana agung dan bhuana alit oleh dimas kicir dijelaskan bahwa :
keduanya mendapatkan perlakuan sekala dan niskala dalam setiap bayi diupacarai secara keagamaan dan sang Catur Sanak pun ikut serta diupacarai.Seperti halnya :
- Pegedong-gedongan dilaksanakan pertama sejak tercipta sebagai manusia.
- Bayi Lahir, upacara angayu bagia atas kelahiran. Perawatan terhadap ari-ari si bayi.
- Kepus Puser, bayi mulai diasuh Hyang Kumara.
- Ngelepas Hawon atau upacara panglepas awon dilaksanakan pada bayi berumur 12 hari.
- Kambuhan, upacara bulan pitung dina (42 hari), perkenalan pertama memasukkan tempat suci pemrajan.
- Prosesi pengembalian atman bayi yang tidak sempat terlahir di dunia hendaknya disebutkan dilaksanakan upacara warak kruron baik itu karena keguguran ataupun digugurkan atmannya harus dikembalikan ke alam suargan.
- dll
Disebutkan pula, bayi dalam kandungan juga dapat terwujud berkat pertemuan antara kama petak dengan kama bang yang juga disebut sukla dan swanita yang dalam hubungannya dengan simbol Sang Hyang Smara ratih disebutkan :
- Kama petak disebut sukla, sel laki-laki atau sperma yang disimbulkan dengan Sang Hyang Smara,
- sedangkan kama bang disebut swanita, sel wanita atau ovum yang disimbulkan dengan Dewi Ratih.
Pertemuan antara sel laki-laki dan sel wanita itulah disebutkan pada saat bersetubuh mengakibatkan terjadinya pembuahan atau fertilisasi. Lontar Anggastyaprana menjelaskan sebagai berikut :
Pertemuan kama petak dengan kama bang disebut Sang Ajursulang. Luluhnya pertemuan kedua kama itu menjadi satu disebut dengan Sang Bubu Rumaket.
Pada saat itulah datang Sang Hyang Nilakanta menganugrahkan berkah sehingga mengentallah kedua kama itu bagaikan telur yang disebut dengan nama Sang Antigajati.
Telur yang telah dihasilkan di dalam tuba ampulla yang digetarkan oleh rambut halus selaput lender pada dinding tuba menyebabkan telur itu masuk lebih jauh ke dalam tuba,
akhirnya sampai ke dalam rahim dan melekatkan dirinya pada lapisan endometrium. Peristiwa ini disebut implantasi atau nidasi.
Dengan demikian semakin jelaslah bahwa pertemuan antara sukla dan swanita terjadi pembuahan yang disebut sygote atau Sang Hyang Antigajati yang kemudian disebut dengan nama manik bayi.
Manik bayi itu masuk ke dalam garbha-pradhana ( perut sang ibu ) dan akhirnya nidasi (mengendap ) dalam kunda cacupu manik yang disebut rahim atau uterus.
Kuba cacupu manik itu juga disebut iwapadha atau mula-dhara. Selanjutnya, manik yang mengendap pada kunda cacupu manik mengalami proses pertumbuhan dalam sebuah kehamilan yang semakin hari semakin membesar serta mengubah dirinya sehingga akhirnya membentuk dan lahirlah seorang bayi “ Bhuana Alit”.
Bersumber dari ajaran Agama Hindu,
seseorang hendaknya bersyukur dapat dilahirkan sebagai manusia, karena hanya manusialah yang dapat menyelamatkan dirinya dari kesengsaraan dan menuju kebahagiaan yang sejati.
***