Maharsi Patanjali

Maharsi Patanjali adalah seorang yogi dan filsuf sebagai penerus dari ajaran Rsi Panini dalam memperkenalkan nama sanskerta untuk menyebutkan nama bahasa yang dipakai oleh masyarakat bahasa pergaulan Bharatawarsa pada abad 11 SM.

Dalam perjalananya,
Beliau juga dikenal dalam pandangan filsafat darsana dalam yoga untuk mengajarkan latihan mengendalikan badan dan pikiran untuk mencari tujuan terakhir yang disebut samadhi sebagaimana yang tersirat dalam naskah Yoga Sutra atau Patanjali Sutra.
Pada zaman dahulu, Beliau mengartikan yoga sebagai Cittavrttinirodha yaitu penghentian gerak pikiran. Yoga Sutra yang disusun oleh Maharsi Patanjali ini adalah teks klasik terbesar dan terutama dalam aliran filsafat yoga India seperti halnya disebutkan dalam mendukung pengembangan wisata spiritual seperti halnya di umah shakti yoga Sanur dll.

Lebih lanjut dalam konsep Ketuhanan dan kemanusiaan dalam Hindu disebutkan Maharsi Patañjali menjelaskan bahwa, 
Manusia memiliki panca klesa yaitu lima klesa atau kesedihan yang harus diharmoniskan.
Sehingga agar manusia bisa menekan kecemasan dan rintangan-rintangan hidup itu, pada zaman dahulu Mahàrsi Patañjali mengajarkan Astanga Yoga, delapan tahap yoga dengan jalan abhyasa atau latihan terus menerus dan sistematis dan wairagya atau ketakmelekatan terhadap objek.

Bagi umat Hindu yang tidak menekuni jalan Jnana dan Yoga, dibenarnya menggunakan jalan lainnya, yaitu jalan Bhakti dan Karma
Bhakti menekankan pentingnya upacara dan persembahahan.
Sedangkan karma menekankan pentingnya kerja keras, pengabdian dengan tulus iklas, serta pelayanan sepenuh hati [sewaka dharma]. 
Idealnya, umat Hindu ditekankan menguasai dan melaksanakan empat jalan [catur marga] dharma, namun kenyataannya dibenarnya memilih salah satu di antara empat jalan dharma [catur marga] yang diajurkan. 
Melalui jalan bhakti, umat Hindu mempraxiskan dogma agamanya dalam bentuk persembahan dan upacara
Upacara yang dilaksanakan dalam siklus manusia dari lahir hingga mati, maupun upacara dalam kaitannya dengan upacaya memelihara harmoni dengan lingkungan, semuanya mengandung makna pentingnya harmoni dan permohonan untuk keselamatan.

Dalam pandangan dan kajian - kajian Maharsi Patanjali dalam Filsafat Hindu :
  • Berkaitan dengan Chandogya Upanishad, Beliau Maharsi Patanjali menyebutkan bahwa berkurangnya jumlah Upanisad disebutkan salah satunya diduga karena jarak penulisan Upanisad yang sangat jauh, diperkirakan pada 1000 Sebelum Masehi, sedangkan Upanisad sendiri baru dikenal luas kira-kira tahun 600 Sebelum Masehi.
  • Dapat mengendalikan sifat ahamkara yang bersumber dari gejolak negatif keakuan dan EGO diri sendiri (asmita) diperlukan untuk dapat mengembangkan kemampuan dan kemerdekaan berpikir sebagai landasan kebebasan dalam ajaran Hindu untuk melakukan pemujaan, meditasi dan lainnya.
  • Untuk mencapai tujuan hidup, jika ingin terbebas dari penderitaan atau ingin senantiasa hidup bahagia, maka hendaknya kita kita disebutkan untuk dapat melepas diri dari panca klesa sebagai belenggu penyebab penderitaan.
  • Pratyahara hendaknya dimohonkan kepada Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh agar mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus.
Kemudian atas jasa Maharsi Patanjali pada zaman dahulu makin terungkaplah nama Daivivak untuk menamai bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra seperti Itihasa (Sejarah), Purana (cerita-cerita kuno/mitologi). 

Penulis yang tampil setelah Maharsi Panini adalah Maharsi Katyayana. 
Katyayana hidup di abad ke V sebelum masehi.
Katyayana dikenal juga dengan nama Vararuci dan di Indonesia salah satu karya dari Maharsi Vararuci yaitu Sarasamuccaya telah diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Kuno pada masa kerajaan Majapahit.
***