Salah satu contoh yang paling nyata dapat dilihat adalah bahwa dewa tertinggi dalam agama Hindu-Buddha bukanlah Syiwa, melainkan Sang Hyang Widhi yang sama kedudukannya dengan Sang Hyang Wenang di Jawa.
Selain itu, masyarakat Bali juga mengenal dewa-dewa setempat, seperti dewa air dan dewa gunung (di Jawa kiranya sejajar dengan krama Desa Adat). Di bawah desa, mereka juga memuja roh nenek moyang dan cikal bakal. Upacara penghormatan leluhur disebut Pitra Yadnya.
Sebagai tempat suci, dahulu digunakan candi. Tetapi, sejak berdirinya Kerajaan Gelgel dan Klungkung, penggunaan candi sebagai tempat suci ditiadakan.
Sebagai pengganti fungsi candi dibuatkan kuil berupa kompleks bangunan yang sering disebut pura.
Pada waktu upacara, dewa atau roh yang dipuja diturunkan dari surga, alam swah loka dan ditempatkan pada kuil untuk diberi sesaji sebagai penghormatan. Upacara itu, misalnya,
- Pada hari Kuningan (hari turunnya dewa dan pahlawan),
- Pada hari Galungan
- menjelang Tahra dan Saka,
- dan hari Saraswati (pelindung kesusastraan).
Adapun untuk keluarga raja dibuatkan pura khusus yang disebut Sanggah atau Merajan. Di Bali, dewa tidak dipatungkan.
Adanya patung dewa di Bali diyakini sebagai bukti adanya pengaruh Jawa Kuno.
Di dalam kuil dibuatkan tempat tertentu yang disediakan untuk tempat turunnya dewa atau roh nenek moyang yang telah menjalani prosesi ngaben.
Ngaben sebagai budaya pembakaran mayat atau tulang surga. Pembakaran mayat adalah suatu kebiasaan di India yang diadaptasi di Bali.
Roh yang telah menjalani upacara ngaben dianggap telah suci. Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewa tertinggi tidak dibuatkan pura khusus, namun pada setiap kuil dibuatkan bangunan suci untuknya berbentuk Padmasana atau Meru beratap.
Masyarakat Bali mengenal pembagian golongan atau kasta yang terdiri dari brahmana, ksatria, dan waisya.
- Ketiga kasta tersebut dikenal dengan Triwangsa.
- Di luar ketiga golongan tersebut masih ada lagi golongan yang disebut jaba, yaitu anggota masyarakat yang tidak memegang pemerintahan.
- Tiap-tiap golongan mempunyai tugas dan kewajiban yang tidak sama dalam bidang keagamaan.
Pada masa pemerintahan Anak Wungsu, dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus, di antaranya pande besi, pande emas, dan pande tembaga. Mereka bertugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata, perhiasan, dan sebagainya.
Hubungan dengan Jawa sudah ada sejak zaman pemerintahan Udayana dan Gunapriya, dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti raja-raja Bali yang memakai bahasa Jawa Kuno.
***