Kojong adalah simbol ardha candra sebagaimana disebutkan dalam makna Banten & Canang Sari di dalam persembahyangan umat Hindu di Bali, yang mana dalam kawangen terbuat dari daun pisang atau janur yang berbentuk krucut.
Kojong dalam beberapa tetandingan banten juga disebutkan terbuat dari dedaunan yang alami seperti penggunaan dalam :
- Canang Genten, kojong dengan bentuk bundar sebagai "uras-sari". Bila keadaan memungkinkan dapat pula ditambahkan dengan pandan-arum, wangi-wangian dan sesari.
- Rerasmen banten peras dialasi dengan kojong rangkat.
- Tatebasan / Sesayut Dharmaning Angekeb Sari, banten sorohan, banten pengulapan, banten bayakaon, banten guru piduka dll medaging kojong rangkadan.
- Dalam daksina, rangkaian pisang, tebu dan kojong sebagai simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari alam mayapada ini.
- Rerasmen banten prayascita mewadah kojong rangkadan/kojong tabuan.
- Cane yang biasa digunakan dalam paruman desa adat untuk memohon agar pertemuan berjalan lancar dilengkapi dengan kojong empat buah yang berisi tembakau, pinang dan lekesan yaitu, 2 lembar sirih yang dilengkapi dengan gambir dan kapur dan diikat dengan benang.
- Nasi Pengakulan pada tetandingan banten lan nasi pengakulan, kojong antuk ron 11 siki medaging bunga lan porosan,
- Nasi kojong ring banten jejanganan, medasar antuk kojong medaging nasi susuni seswur lan kacang-kacangan.
- dll
Selain kojong - kojong tersebut terbuat dari dedaunan yang alami, sebagai wujud sembah bhakti dalam sembahyang kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana disebutkan pula dengan kedua ibu jari tangan dipadukan dengan telunjuk tangan kanan (berbentuk
“kojong”) atau kedua ibu jari tangan kanan dan kiri
dipertemukan/ditempelkan sedangkan jari-jari tangan yang lain saling
bertumpukan berbentuk kojong diatas ulu hati.
***