Ardha Candra juga disimbolkan dengan "bulan sabit" sebagai lambang "unsur keras dan keindahan" yang dalam sapta ongkara disebutkan :
yang sebagaimana juga diceritakan dalam sumber Lontar Adi Parwa halaman VXIX disebutkan bahwa dalam pemutaran Mandra Giri di Ksirarnawa,
- Dikisahkan, pada zaman dahulu kala, para Dewa, detya, dan rakshasa mengadakan rapat untuk mencari tirta amerta (air suci).
- Sang Hyang Nārāyana (Wisnu) mengatakan bahwa tirta tersebut berada di dasar laut Ksira. Cara mendapatkannya adalah dengan mengaduk lautan tersebut.
- Para Dewa, detya, dan rakshasa kemudian menuju laut Ksira. Untuk mengaduknya, Naga Wasuki mencabut gunung Mandara (Mandaragiri) di pulau Sangka sebagai tongkat pengaduk.
- Gunung tersebut dibawa ke tengah lautan. Seekor kura-kura (Kurma) besar menjadi penyangga/dasar gunung tersebut.
- Sang Naga melilit gunung tersebut, kemudian para Dewa memegang ekornya, sedangkan rakshasa dan detya memegang kepalanya. Dewa Indra berdiri di puncaknya agar gunung tidak melambung ke atas.
- Beberapa lama setelah gunung diputar, keluarlah Ardhachandra, Dewi Sri, Dewi Lakshmi, kuda Uccaihsrawa, dan Kastubhamani. Semuanya berada di pihak para Dewa.
- Sebagai lambang Hyang Ardha Candra dalam perlengkapan penjor yang dibuat dari bambu, dengan bentuk dasar persegi empat dan atapnya melengkung setengah lingkaran sehingga bentuknya menyerupai bentuk bulan sabit yang dilengkapi dengan
- Surya dan Arda Candra dalam mabeakala dalam simbol cangkul sebagai alat untuk bekerja yang diharapkan agar kita dapat berkarma berdasarkan Dharma.
- Reringgitan ceper yang dibuat dari daun janur sebagai kekuatan "Ardha Candra" (bulan) yang digunakan sebagai alas dari canang sari yang dipersembahkan atas dasar,
- hati yang welas asih serta
- tulus kehadapan Sang Hyang Widhi beserta Prabhawa Nya,
- demikian pula dalam hal kita menerima anugerah dan karunia Nya.
***