Nama ini berarti :
- Yang menakdirkan,
- Yang Maha Kuasa,
- yang dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan :
- Sanghyang Tuduh, atau
- Sanghyang Titah.
Bhatara Siwalah panggilannya dalam sastra-sastra lontar, yang gambarannya selalu kita jumpai baik dalam sastra-sastra agama, seperti pada lontar-lontar yang disebutkan pada :
- Lontar Bhuwana Kosa, lontar tattwa yang bercorak Śiwaistik.
- Wrhaspati Tattwa, dialog antara seorang guru spiritual yaitu Sanghyang Iswara dengan seorang sisia (murid).
- Ganapati Tattwa, hal-hal yang berhubungan dengan rohani yang bersifat abstrak dan rahasia (aja wera).
- dan lain sebagainya, maupun dalam saat puja, upakara yadnya, arca-arca dan tempat-tempat suci pemujaan. Dengan demikian umat Hindu di Indonesia yang telah memeluk agama Hindu secara turun-temurun memuja Sanghyang Widhi sebagai Bhatara Śiwa.
Dalam sastra-sastra agama Hindu di Indonesia ajaran-ajaran seperti yang tersebut di atas sering disebut ajaran Śaivasiddhanta. Nama ini mengingatkan kita kepada nama Śaivasiddhanta di India selatan, namun bila diamati, terdapat perbedaan-perbedaan antara ajaran Śaivasiddhanta Indonesia dengan ajaran Śaivasiddhanta India Selatan.
Dalam ajaran Śaivasiddhanta di Indonesia tanpa jalinan Upanisad (terutama Śvetaśvatara Upanisad dan Upanisad-upanisad Minor), ajaran Sankhya, Yoga, Vedanta atau ajaran-ajaran yang berasal dari kitab-kitab Tantra yang pada akhirnya semua ajaran itu mengalir dari Weda.
Maka Weda-lah sumber pertama ajaran agama Hindu itu dan walaupun wujudnya dan pelaksanaan hidup beragama Hindu berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lain, hakekatnya, jiwa dan semangatnya adalah sama.
Dalam ajaran Śaivasiddhanta di Indonesia tanpa jalinan Upanisad (terutama Śvetaśvatara Upanisad dan Upanisad-upanisad Minor), ajaran Sankhya, Yoga, Vedanta atau ajaran-ajaran yang berasal dari kitab-kitab Tantra yang pada akhirnya semua ajaran itu mengalir dari Weda.
Maka Weda-lah sumber pertama ajaran agama Hindu itu dan walaupun wujudnya dan pelaksanaan hidup beragama Hindu berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lain, hakekatnya, jiwa dan semangatnya adalah sama.
Ajaran ketuhanan dalam Weda adalah ajaran yang mengajarkan bahwa Tuhan adalah Esa adanya, namun Ia meliputi segala, mempunyai banyak nama. Ia yang Esa berada pada semua yang ada, semua yang ada berada pada Yang Esa.
Kutipan-kutipan Weda dibawah ini menyatakan hal itu :
Indram mitram varuna agnim ahur atho divyah sasuparno garutman,
ekam sad vipra bahudha vedanty agnim yamam matarisvanam ahuh
(Rg Veda I.164.46)
Artinya :
Mereka menyebutkan Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan Dia yang bercahaya yaitu Garutman yang bersayap elok.
Satu itu (Tuhan) Sang bijaksana menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan.
Indram mitram varuna agnim ahur atho divyah sasuparno garutman,
ekam sad vipra bahudha vedanty agnim yamam matarisvanam ahuh
(Rg Veda I.164.46)
Artinya :
Mereka menyebutkan Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan Dia yang bercahaya yaitu Garutman yang bersayap elok.
Satu itu (Tuhan) Sang bijaksana menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama, Matarisvan.
Dalam Siwatattwa yaitu dalam lontar Jnana Siddhanta kita dapat uraian tentang Tuhan yang senada
dengan isi mantra veda tersebut di atas.
Uraian itu adalah sebagai berikut :
Sa eko bhagavan sarvah
Siva karana karanam,
aneko viditah sarwah
catur vidhasya karanam
Ek twanckatwa swalaksana Bhattara, Ekatwa ngaranya,
kahidep makalaksana ng siwatattwa. Ndan tunggal,
tan rwatiga kehidepanira. Mengekalaksana Siwa karana
juga, tan pa prabheda.
Aneka ngaranya kahidepan Bhattara makalaksana caturdha.
Caturdha ngaranya laksananiran sthula suksma parasunya.
Artinya :
Sifat Bhatara Siwa adalah eka dan aneka. Eka (Esa) artinya Ia dibayangkan bersifat Siwatattwa. Ia hanya Esa, tidak dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat Esa saja sebagai Siwakarana (Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan.
Sa eko bhagavan sarvah
Siva karana karanam,
aneko viditah sarwah
catur vidhasya karanam
Ek twanckatwa swalaksana Bhattara, Ekatwa ngaranya,
kahidep makalaksana ng siwatattwa. Ndan tunggal,
tan rwatiga kehidepanira. Mengekalaksana Siwa karana
juga, tan pa prabheda.
Aneka ngaranya kahidepan Bhattara makalaksana caturdha.
Caturdha ngaranya laksananiran sthula suksma parasunya.
Artinya :
Sifat Bhatara Siwa adalah eka dan aneka. Eka (Esa) artinya Ia dibayangkan bersifat Siwatattwa. Ia hanya Esa, tidak dibayangkan dua atau tiga. Ia bersifat Esa saja sebagai Siwakarana (Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan.
Aneka artinya Bhattara dibayangkan bersifat caturdha artinya adalah Sthula suksma para sunya.
Uraian-uraian seperti ini juga akan kita jumpai pula dalam lontar-lontar lainnya.
B. Tuhan Sumber Segala
Agama Hindu mengajarkan bahwa semua yang ada ini berasal dari Tuhan, berada dalam Tuhan dan kembali kepada Tuhan. Hal ini dinyatakan dalam sastra-sastra agama Hindu, baik yang berbahasa Sanskerta, maupun yang berbahasa Jawa Kuna atau bahasa Bali.
Tuhan adalah sumber hidup, sumber tenaga, dari Dialah asal segala yang ada ini dan kepadaNya pula segala yang ada ini kembali. Karena itu Ia disebut Sangkan Paraning Dumadi, asal dan kembalinya semua makhluk.
Taittiriya Upanisad menerangkan hal ini sebagai berikut :
Yato va imani bhutani jayante,
yena jatani jivanti
yat prayanty abhisam visanti,
tad vijinasasva tad brahmeti.
(Taittiriya Upanisad III.1)
Artinya :
Dari mana semua ini lahir, dengan apa yang lahir ini hidup, kemana mereka masuk setelah kembali, ketahuilah, bahwa itu adalah Brahman.
Yato va imani bhutani jayante,
yena jatani jivanti
yat prayanty abhisam visanti,
tad vijinasasva tad brahmeti.
(Taittiriya Upanisad III.1)
Artinya :
Dari mana semua ini lahir, dengan apa yang lahir ini hidup, kemana mereka masuk setelah kembali, ketahuilah, bahwa itu adalah Brahman.
Dalam Siwatattwa, Brahman adalah Bhatara Siwa. Dialah yang mencipta, memelihara dan mengembalikan semua yang ada kepada dirinya sendiri, asal semua yang ada ini.
Brahmasrjayate lokam,
visnuve palakasthitam,t
rudratve samharasceva,
trimurtih nama evaca
Lwir Bhattara Siwa magawe jagat, Brahma rupa siran
pangraksa jagat, Wisnu rupa siran pangraksa jagat, Rudra
rupa sira mralayaken rat, nahan tawak nira, bheda nama.
(Bhuwana Kosa III.76)
Artinya :
Adapun penampakan Bhatara Siwa dalam menciptakan dunia ini ialah :
Brahma wujudnya waktu menciptakan dunia ini,
Wisnu wujudnya waktu memelihara dunia ini,
Rudra wujudnya waktu mempralina dunia ini,
Demikianlah tiga wujudNya (Tri Murti) hanya beda nama.
Dalam uraian ini Bhatara Siwa adalah sebagai Trimurti. Dalam buku-buku Purana Trimurti itu adalah Brahma, Wisnu, dan Siwa, sedangkan dalam kutipan di atas adalah Brahma, Wisnu, dan Rudra. Dalam puja Trimurti itu adalah Brahma, Wisnu dan Iswara.
Bhatara Siwa sebagai Dewa Brahma, Wisnu, dan Iswara dalam aksara suci dilambangkan sebagai “am, um, mam”.
Kesatuan ketiga-ketiganya adalam “Om”. Bhatara Siwa sebagai Trimurti dalam lontar-lontar kebanyakan
disebut sebagai “ Brahma, Wisnu, dan Iswara yang dilambangkan dengan warna : putih, Merah dan
Hitam. Aktivitas Bhatara Siwa waktu menciptakan dunia disebut : utpatti, waktu menjaga dan
merawatnya disebut sthiti, dan waktu mengembalikan kepada asalnya disebut pralina.
Siwa bersifat immanen dan transenden
Bhatara Siwa bersifat immanen dan juga transenden. Imanen artinya hadir dimana-mana, sedangkan transenden artinya mengatasi pikiran dan indriya manusia. Kutipan dibawah ini meyatakan hal itu :
Sivas sarvagata suksmah
bhutanam antariksavat,
acintya maha grhyante,
na indriyam parigrhyante
Bhattara Siwa swa wyapaka, sira suksma tar kneng angen-
angen, kadyangga ning akasa, tan kagrhita de ning
manah mwang indriya
(Bhuwana Kosa II.16)
Artinya :
Bhatara Siwa meresapi segala, Ia gaib tak dapat dipikirkan, Ia seperti angkasa, tak terjangkau oleh pikiran dan indriya.
Bhatara Siwa bersifat immanen dan juga transenden. Imanen artinya hadir dimana-mana, sedangkan transenden artinya mengatasi pikiran dan indriya manusia. Kutipan dibawah ini meyatakan hal itu :
Sivas sarvagata suksmah
bhutanam antariksavat,
acintya maha grhyante,
na indriyam parigrhyante
Bhattara Siwa swa wyapaka, sira suksma tar kneng angen-
angen, kadyangga ning akasa, tan kagrhita de ning
manah mwang indriya
(Bhuwana Kosa II.16)
Artinya :
Bhatara Siwa meresapi segala, Ia gaib tak dapat dipikirkan, Ia seperti angkasa, tak terjangkau oleh pikiran dan indriya.
Kutipan ini menyatakan bahwa Bhatara Siwa meresapi segala, berada dimana-mana, meliputi segala.
Dengan demikian Ia pun hadir pula dalam pikiran dan Indriya, namun pikiran dan indriya tidak mampu menggapai Ia. ini berarti Ia mengatasi pikiran dan Indriya. Demikianlah aspek imanen dan transenden Bhatara Siwa.
Sumber : Siwa Tattwa di Bali
***